Sampah
Dilema Penanganan Sampah di Ternate

Penulis:
Mj. Rifaldi
(Sekretaris Umum Ternate Social Creative)
Problem sampah di kalangan masyarakat kota, merupakan masalah serius yang cukup mendarah daging. Lemahnya penaggulangan sampah, tentu akan berdampak pada lingkungan, juga manusia. Di Kota Ternate, secara struktural, penanganan sampah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Ternate NO 1 Tahun 2013, tentang Pengolahan Sampah.
Selaras dengan Ternate Menyampah yang merupakan Program 100 hari kerja Ternate Andalan, yang digagas oleh Wali Kota terpilih, Tauhid Soleman, beberapa pekan lalu. Dalam peraturan daerah, misalnya, terdapat berbagai pasal yang menjelaskan mengenai tata cara kelolah, hingga tingkat pembayaran retribusi yang wajib bagi pelaku usaha maupun masyarakat secara umum.
Dapat diketahui, bahwa perda pengelolaan sampah ini diterbitkan pada 2013, di masa kepemimpinan Wali Kota Ternate sebelumnya, yang mengemban amanah memimpin Kota Ternate selama dua periode, hingga saat ini, di mana Wali Kota Ternate telah berganti.
Usai pelantikan Wali Kota terpilih saat ini, dapat dilihat bahwa perubahan struktural dalam birokrasi pemerintahan benar-benar dilakukan. Dengan misi Ternate Kota Inklusif, atau dengan menggagas kota yang ramah, baik dari sisi lingkungan maupun aspek sosial.
Seiring berjalan waktu, program 100 hari kerja Ternate Andalan dalam menuntaskan masalah lingkungan di Kota Ternate pada prinsipnya memang melibatkan elemen masyarakat. Mereka diajak turut berpartisipasi dalam penanganan masalah lingkungan, yakni penanganan sampah yang termasuk dalam prioritas catatan 100 hari kerja TULUS.
Tak hanya itu, ada berbagai macam statemen yang dikeluarkan oleh OPD terkait, untuk penanganan masalah sampah di Kota Ternate. Dengan melakukakan penambahan armada pengangkut dan penyediaan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau dengan nama lain yaitu transdepo, dengan model penanganan sampah skala kelurahan.
Meski demikian, pola penanganan sampah Kota Ternate yang berbasis partisipasi masyarakat, dengan menghadirkan transdepo sebagai sarana akses tingkat kelurahan, tentu akan membentuk pola penyebaran penyakit lingkungan, terutama bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi transdepo. Perlu dketahui, bahwa secara mendasar, sampah adalah salah satu barang atau bagian dari sisa aktivitas manusia yang tidak terpakai lagi (organik dan anorganik).
Karakteristik sampah umumnya meliputi sifat fisik, kimia, dan biologinya. Lalu dengan berdasarkan alasan di atas, apakah pemerintah Kota Ternate sudah mempertimbangkan hal hal tersebut, terutama dalam penanganan sampah, belum lagi sampah yang dihasilkan dari kalangan usaha baik mikro kecil dan jenis usaha menengah yang ada di Kota Ternate.
Jika penanganan sampah hanya mengacu pada penambahan fasilitas sarana pengangkut, lantas dari segi apa kita bisa menilai pengolahan sampah itu dikelolah dengan basis partisipasi masyarakat? Juga bagaimana nasib Tempat Penampungan Akhir yang sebelumnya telah ditetapkan sejumlah lokasi, seperti TPA Buku Deru-deru yang penanganannya menggunakan metode Sanitary Landfil (sampah datang timbun) dan Incenerasi (sampah medis).
Sejumlah alasan di atas, tentu menimbulkan berbagai macam problem baru terhadap penanggulangan sampah di Kota Ternate. Sampah menjadi tidak ramah lingkungan, dikarenakan tanah juga harus dikeruk sebagai stok untuk pengolahan akhir sampah. Tentu dapat dinilai bahwa sebagian besar realita yang terjadi untuk tingkat pengelolaan sampah Kota Ternate dalam kurun waktu sembilan tahun terakhir cenderung diabaikan dan kurang mendapat perhatian serius, walaupun masuk dalam porgram Ternate Andalan yang diusung pemerintah.
Oleh Karena itu, penanganan masalah sampah di Ternate harus menjadi agenda prioritas pemerintah dengan menguatkan efektivitas kinerja. Alternatif lain adalah dengan mengimbau pelaku usaha untuk turut berpartisipasi dalam pengurangan volume sampah jenis tertentu. Pelaku usaha juga wajib berpartisipasi dalam pengurangan volume sampah dengan cara yang ramah lingkungan, seperti menyediakan fasilitas tampung sampah yang tertutup dan bebas vektor, serta kedap air.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap Kota Ternate, yang kita cintai bersama, sebaiknya pemerintah juga melibatkan jejaring komunitas dan organisasi pemuda yang mempunyai kepedulian terhadap lingkungan. Sementara pengolahan di tingkat masyarakat, pemerintah perlu melakukan sosialisasi, membuat wrokhsop untuk masyarakat di tingkat kelurahan tentang pentingnya merawat lngkungan dari bahaya sampah, juga dengan menerapkan prinsip 5R ( _Reuse, Reduce, Recycle, Replace, Replant_).
Komentar