Opini dan Esai

Piala Dunia dan Piara Dunia

Oleh: Marlon Mochtar Basara

PIALA DUNIA tak sekadar narasi Si Kulit Bundar menggelinding di lapangan hijau, adu stamina, skill, dan strategi. Tak semata olahraga.

Kental unsur ekonomi, politik, kebudayaan, mungkin juga ajang balas dendam sejarah negara yang pernah kalah perang atau tengah diusik kedaulatan domestik mereka. Pertunjukkan memiliki banyak motif.

Di bawah langit Qatar, ragam dimensi telah berkelindan memvisualisasikan komitmen terhadap paradigma yang lebih manusiawi dan sadar lingkungan.

Di sisi lain, persoalan identitas yang coba dikontestasikan telah menuai polemik. Misalnya, yang dilakukan Timnas Jerman dengan memanfaatkan panggung partisipasi Piala Dunia untuk merepresentasikan atribut simbolik bendera pelangi sebagai dukungan kepada komunitas LGBT.

Penolakan keras berdatangan dari pelbagai pihak. Ahli politik dan sejarah, Samuel Huntington, pernah menyatakan hipotesis "benturan peradaban" lalu menyodorkan butir konklusi: budaya Barat yang liberal bertabrakan dengan tata-nilai dunia Timur yang cenderung religius. Konfrontasi berlangsung di level ideologis pemaknaan.

Perhelatan Piala Dunia 2022 di Qatar juga dijadikan momentum para mubalig menyiarkan ajaran Islam dan menuai hasil yang cukup signifikan. Terjadi lonjakan kuantitas populasi muslim saat ajang World Cup berlangsung, terutama para penonton dari negara luar Qatar.

Selanjutnya 1 2 3 4
Penulis:

Baca Juga