Lingkungan
Tambang Datang, Burung Endemik di Halmahera Tengah Menghilang

Diburu, Ditembak, Dijual
Peluru senapan menembus sayap kiri seekor kakatua putih. Jarak Agung, bukan nama sebenarnya, tak jauh dari pohon yang dihinggapi burung endemik ini. Tubuh kakatua berukuran hampir setengah lengan itu lantas tergeletak ke tanah. Agung segera menangkapnya dan mengurungnya ke dalam karung.
“Saya menembaknya tepat di bagian kiri sayap. Sekarang jadi peliharaan anak di rumah,” tutur lelaki berusia 30 tahun itu, ketika ditemui di rumahnya di Desa Waleh, Weda Utara, Halmahera Tengah akhir Desember 2022.
Di Hutan Desa Waleh, Weda Utara, Halmahera Tengah, menurut Agung penangkapan burung endemik masih lazim dilakukan. Selain warga, yang memesan dan membeli burung-burung itu adalah anggota Tentara.
“yang pesan untuk ditangkap itu dari Tentara juga,” ungkapnya.
Agung mengaku, sebagian warga desa masih menangkap burung dengan cara yang sama, yakni menembak. Sebagiannya lagi, kata dia, membuat jerat untuk menjebak burung. Dia bilang, jumlah penangkap burung yang masih aktif sekitar 5 orang.
“Jumlah orang yang masih tangkap burung ini sekitar empat sampai lima orang, yang lain pilih kerja di tambang,” katanya.
Waleh adalah desa di kawasan pesisir Teluk Weda. Umumnya, pencaharian warga desa ini adalah nelayan dan petani, tak terkecuali sebagiannya lagi kerap memburu burung dan menjadi buruh perusahaan tambang.
Ketika berada di Desa Sagea yang jaraknya tak jauh dari Waleh, warga menyarankan agar saya menemui para penangkap burung di desa ini.
“Kalau ada yang pesan kami di sini pasti cari (burung). Ke hutan dua-tiga hari, balik pasti hasil tangkapan banyak. Rata-rata yang pesan itu warga dari luar, ada juga Tentara,” ungkapnya.
Dia sebut harga burung seperti kakatua putih mencapai Rp500 ribu, sedangkan nuri Rp300 ribu. Kedua jenis endemik inilah yang paling sering ditangkap warga untuk dijual.
Komentar