Opini
Gedung Putih yang Menghitam

Kasus gadis tertidur ini menjadi salah satu fenomena yang berhasil diekspos itu pun karena dia tertidur dan masyarakat sekitar menemukannya. Bayangkan saja, jika dia dalam keadaan sadar berarti sebagian dari kita mungkin tidak akan tahu kalau ternyata gedung eks kediaman wali kota telah dialih fungsikan menjadi TPA dan juga destinasi ‘pesta captikus’. Kondisinya yang gelap menjadi kontributor mengalirnya aksi-aksi hitam di Kota Ternate.
Ini berarti tujuan penataan ruang yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 02 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Ternate Tahun 2012-2023 yaitu “mewujudkan Kota Ternate sebagai kota pesisir dan kepulauan yang adil, mandiri, dan berkelanjutan berbasis pada sektor unggulan jasa perdagangan, perikanan dan pariwisata” dinilai pencapaiannya adalah nihil. Konsep pembangunan berkelanjutan yang diidealkan dalam tujuan ini bertentangan dengan fakta yang ada di Kota Ternate.
Muhammad Suparmoko dalam artikel ilmiahnya menguraikan konsep pembangunan berkelanjutan memiliki sasaran pada generasi masa kini yang tidak memerlukan kompromi pada generasi akan datang. Dengan sederhana, pembangunan secara ekonomi, sosial dan lingkung di generasi saat ini tidak berdampak lebih buruk pada generasi selanjutnya. Kenyataan yang ada di Kota Ternate cukup mengkhawatirkan, keberadaan ‘gedung putih’ menjadi ancaman atas pembangunan berkelanjutan di kota yang dicintai ini.
Jika tuan-tuan kami tidak serius memikirkan bangunan-bangunan fisik yang didominasi kegelapan seperti eks kediaman wali kota maka dipastikan mereka pun turut menjadi ‘pembunuh’ karena akan mematikan pembangunan sumber daya manusia pada generasi saat ini. Sehingga berdampak pada kuantitas dan kualitas generasi selanjutnya secara sosial, ekonomi maupun lingkungan.
Secara sosial, Ternate akan terbiasa menjadi kota yang nyaman dalam melaksanakan ‘pesta captikus’ dan praktik hitam lainnya. Selanjutnya dari sisi ekonomi, generasi yang hanya senang berfoya-foya memiliki tingkat harapan hidup yang rendah sehingga tidak lagi produktif bekerja di usianya yang masih muda. Adapun dalam aspek lingkungan dapat mengalami kerusakan karena minimnya kepedulian generasi akibat habit berfoya-foya dan tingkat produktifnya yang rendah.
Oleh karena itu, kehadiran tulisan ini menjadi ikhtiar bersama untuk menciptakan Ternate sebagai kota yang benar-benar membangun secara berkelanjutan dengan mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal. Sebagai rekomendasi, bangunan-bangunan tua yang ada di kota ini seperti ‘gedung putih’ dapat dipastikan fungsinya seperti menjadi museum yang pernah diwacanakan oleh tuan-tuan sebelumnya atau inovasi lain yang dapat memudarkan kebiasaan hitam generasi muda di kota yang tak lagi muda ini.
Komentar