Litbang Halmaherapost
Fakta di Balik Bencana Banjir di Rua, Ternate yang Merenggut Nyawa!
Kelurahan Rua, yang terletak di Kecamatan Pulau Ternate, Kota Ternate, Maluku Utara, telah menjadi lokasi yang sering dilanda banjir sejak 2017, silam.
Penanganan banjir di wilayah ini menghadapi berbagai tantangan terkait penyebab, dampak, upaya pemerintah, dan masalah dalam penggunaan dana bencana.
Penyebab Banjir
Banjir terbaru melanda Kelurahan Rua pada Minggu, 25 Agustus 2024, dini hari sekitar pukul 03.30 WIT. Hujan deras yang mengguyur Kota Ternate menyebabkan banjir bandang di daerah ini.
"Banjir disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk penyempitan dan sedimentasi pada sungai, serta material vulkanik dari letusan Gunung Gamalama Tua," jelas Abdul Kadir Dedi Arif, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Maluku Utara.
Sebelumnya, Pada 23 September 2017, banjir juga terjadi akibat meluapnya sungai Akemalako di RT 4, yang disebabkan oleh sedimentasi dan material vulkanik.
Kepala Seksi Operasional Balai Wilayah Sungai Maluku Utara, Oki Safrel, bahwa pada Halmaherapost.com, 2 Juli 2020, lalu mengungkapkan, meluapnya sungai akibat hujan deras selama dua jam menyebabkan puluhan rumah terendam. “Penyempitan di area sungai, terutama di sungai Akemalako, serta sedimentasi di jembatan adalah faktor penyebab banjir,” katanya.
Baca juga:
Banjir Bandang Ternate: Puluhan Korban Jiwa dan Rumah Rusak, Pencarian Masih Berlanjut
Banjir Bandang di Ternate: 13 Orang Meninggal Dunia
Cerita Korban Banjir Bandang Ternate: Terbangun dari Tidur, AC Mati, Rumah Hancur
Dampak Banjir
Banjir di Kelurahan Rua menyebabkan kerusakan signifikan. Pada September 2017, 52 rumah, sebuah sekolah dasar, kantor kelurahan, dan Gedung Waserda terendam. Pada 2020, banjir juga mengakibatkan puluhan rumah terendam.
Terbaru, banjir bandang pada 25 Agustus 2024 mengakibatkan 13 orang meninggal dunia dan dua lainnya terluka. “Jumlah korban terdampak masih dalam proses pendataan oleh pihak berwenang,” kata laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Banjir juga merusak 10 unit rumah secara berat, Halmaherapost.co, Minggu 25 Agustus 2024.
Upaya Pemerintah
Pemerintah Kota Ternate telah mengambil beberapa langkah untuk menangani masalah ini. Sejak 2017, sebagaimana diberitakan Halmaherapost pada 1 Juli 2020, lalu Balai Wilayah Sungai Maluku Utara telah melakukan upaya normalisasi sungai dengan alat berat untuk mengeruk sedimentasi dan memperbaiki aliran sungai.
Namun, upaya ini menghadapi keterlambatan dan tantangan, termasuk keterbatasan alat berat. Pada 2018, Pemkot Ternate merencanakan normalisasi semua drainase dan penambahan alat berat, tetapi rencana ini belum sepenuhnya terealisasi.
Masalah Dana Bencana
Dana bencana sebesar Rp20 miliar telah dialokasikan sejak 2017, tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal. Ketua Komisi III DPRD Kota Ternate, Anas U. Malik, kala itu mengungkapkan bahwa dana tersebut masih “parkir di kas daerah atau parkir bank” dan belum digunakan untuk penanggulangan bencana. “Keterlambatan dalam penggunaan dana menunjukkan kebutuhan mendesak untuk perbaikan dalam pengelolaan dan implementasi dana bantuan bencana,” kata Malik.
Menelusuri Aspek Geologi
Menurut Abdul Kadir Dedi Arif, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Maluku Utara, Kelurahan Rua berada pada fasies gunung api Gamalama II yang terdiri dari material letusan vulkanik. "Material-material tersebut sangat mudah tererosi dan hancur, serta tertransportasi ke lokasi lain apabila dipicu oleh aktivitas curah hujan tinggi," ungkap Arif.
Ia menjelaskan bahwa selama periode curah hujan tinggi dengan intensitas sedang hingga kuat dan durasi panjang, material-material ini mudah tererosi dan mengalir ke bawah. "Pada Sabtu sore hingga Minggu pagi, curah hujan yang tinggi memicu erosi di lereng-lereng gunung, menyebabkan penumpukan material di daerah hulu dan akhirnya terbawa oleh aliran air," kata Arif.
Arif menambahkan bahwa banjir kemarin tidak terjadi secara serentak. "Erosi dan longsor di puncak gunung menumpuk dan perlahan terbawa turun oleh aliran air dari hujan sebelumnya. Selain itu, penyempitan ruang distribusi material akibat sedimentasi di sungai-sungai kecil juga menyebabkan banjir semakin parah," jelasnya.
Menurut Arif, batu-batu besar yang menutup jalur distribusi aliran juga berkontribusi pada masalah ini. "Penumpukan material besar yang menutup jalur distribusi aliran mengakibatkan meluapnya air dari jalur utama sungai," tambahnya.
Arif menggarisbawahi pentingnya peningkatan tata kelola kebencanaan dan kesiapsiagaan masyarakat sebagai langkah antisipasi. "Penting untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan memanfaatkan referensi sejarah bencana sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan dan mitigasi bencana di masa depan," tutupnya.
Komentar