Lingkungan

Krisis Iklim dan Proyek Industri Mengancam Kehidupan Warga Maluku Utara

Suasana konferensi pers ARUKI dan WALHI tentang rancangan Undang-Undang Perubahan Iklim. Foto: FH

“Namun, kebijakan pemerintah justru memperburuk situasi dengan banyaknya investasi padat modal yang meningkatkan emisi gas rumah kaca dan risiko kebencanaan,” ujarnya.

Konsultasi rakyat ini bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana RUU Keadilan Iklim dapat mengatasi penderitaan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil akibat ketidakadilan pembangunan dan dampak krisis iklim.

“Saat ini, Maluku Utara justru dikepung oleh banyaknya investasi padat modal di sektor kehutanan, pertambangan, dan perkebunan monokultur yang malah meningkatkan kontribusi emisi GRK dan risiko kebencanaan,” tambahnya.

Sementara itu, warga Desa Sagea, Rifya Rusdi, mengungkapkan dampak besar yang dirasakan perempuan di Halmahera Tengah akibat dugaan pencemaran sungai dan laut yang mengganggu kesehatan reproduksi mereka.

"Kehidupan kami yang sehari-harinya berkebun, bertani, dan melaut kini sulit dilakukan akibat dugaan pencemaran sungai dan laut yang dapat mengganggu kesehatan reproduksi kami sebagai perempuan,” ungkapnya.

Sahrul Ahdani, perwakilan Komunitas Fakawele dan penyandang disabilitas, juga menyoroti dampak kesehatan dari debu akibat aktivitas industri tambang, yang menyebabkan peningkatan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di daerah tersebut.

“Kehadiran perusahaan raksasa ini sangat mengancam kehidupan masyarakat di daerah lingkar tambang. Sehari-hari kami terpapar debu akibat aktivitas tambang yang berbahaya bagi kesehatan, terutama bagi bayi dan anak-anak,” pungkasnya.

Selanjutnya 1 2
Penulis: FH
Editor: Ramlan Harun

Baca Juga