Opini
Kemiskinan Nelayan dan Pengembangan Sektor Perikanan
Oleh: Ihsan Umaternate dan Darwis Gorantalo
(Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Sula)
====================================
Diskursus mengenai masalah pangan, kebanyakan orang biasanya cenderung mengacu kepada beras, umbi-umbian, jagung, sayur-sayuran, kacang-kacangan, dan sebagainya yang dihasilkan di sektor pertanian. Keberadaan potensi sumber daya bahari (perikanan dan kelauatan) sebagai salah satu sumber pangan belum mendapat perhatian yang proporsional.
Pengabaian terhadap sumber daya perikanan dan kelautan untuk penguatan kedaulatan pangan merupakan sesuatu yang ironis. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa Indonesia—Kabupaten Kepulauan Sula memiliki potensi sumber daya bahari yang luar biasa. Akan tetapi, beluma ada keseriusan dalam upaya pengelolaan secara optimal.
Barangkali selama ini orang-orang kurang menyadari bahwa pada umumnya Indonesia adalah negara maritim, paling tidak jika dilihat dari konstruksi kewilayahannya, yang terdiri dari lebih 17.000 buah pulau dan garis pantai sepanjang sekitar 81.000 km yang merupakan negara dengan garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada (Singgih Tri Sulistiyono).
Dalam hubungan itu, laut akan menjadi sumber pangan berupa perikanan dan tumbuhan laut (rumput laut) yang tidak akan pernah habis. Jika dilihat dari segi garis pantai terpanjang di dunia, tentu saja bila ada keseriusan pengelolaan sumber daya perikanan laut secara efektif dan efesien sudah barang tentu nelayan tidak lagi dikategorikan sebagai kelompok marginal dan rentan. Seperti tulis Usman (2004:29) kawasan perairan itu akan menghadapi panen raya ikan.
Sayangnya, bila dicermati dari segi pengelolaan masih tertinggal jauh, tidak ada keseriusan untuk mengangkat harkat dan derajat kelompok nelayan. Yang kami maksudkan adalah nelayan akan merasa dihargai, diangkat harkat dan martabatnya bila kawasan perikanan laut dapat terkelola dengan baik dan dapat meningkatkan taraf hidup mereka. Sehingga nelayan dapat melepaskan diri dari jeratan marginalitas dan kemiskinan.
Kemiskinan layaknya gunung es di benua Antarktika, yang jika mencair menyebabkan kenaikan permukaan air laut dan membahayakan masyarakat pesisir. Yang disebut perubahan iklim. Aktivitas manusia adalah penyebab terjadi perubahan iklim serta kenaikan permukaan air laut. Begitupun dengan kemiskinan yang dialami oleh nelayan bukan karena kehendaknya, akan tetapi, dimiskinkan oleh pemerintah. Atau yang disebut kemiskinan struktural seperti yang sudah kami jelas di tulisan kami bertajuk: “Sula dan Problem Kemiskinan”, laman halmaherapost.com.
Kami melihat kemiskinan nelayan di Kabupaten Kepulauan Sula adalah problem akses, pasar dan tata kelola pemerintahan yang buruk. Akses yang kami maksudkan adalah pertama, pengetahuan tentang managmen organisasi, pengolahan ikan dan tata kelola keuangan secara efektif. Kedua, armada tangkap serta peralatan tepat guna untuk meningkatkan hasil tangkap nelayan secara maksimal.
Ketiga, akses modal. Modal adalah salah satu hambatan terbesar dalam pengembangan usaha nelayan. Selain itu, masalah yang masih sangat krusial adalah pasar. Ketidaktersediaan pasar membuat nelayan terluntang-lanting dalam memasarkan hasil tangkapannya.
Masalah ini sangat dirasakan oleh nelayan tangkap maupun rumpon (rompong). Akibatnya banyak nelayan yang menjual hasil tangkapannya di kapal-kapal pembeli ikan dari Bitung tanpa jaminan yang pasti.
Perkara akses tersebut, berkaitan erat dengan kebijakan pemerintah yang tidak tepat sasaran. Juga belum adanya regulasi yang mengatur tentang proses kerja sama, proses produksi, distribusi serta harga. Hal ini penting agar supaya tidak terjadi permainan pasar yang merugikan masyarakat nelayan. Atau untuk memberantas konspirasi yang kerapkali melibatkan oknum pejabat dan mafia pasar.
Kami melihat masalah-masalah tersebut hingga sekarang ini belum ada upaya serius di tingkat kebijakan untuk ditata dan diperbaiki. Akibatnya masyarakat nelayan masih terus-menerus terjerat dalam lingkaran kemiskinan. Di sini kita dapat melihat, bahwa, janji pemimpin daerah tentang kesejahteraan masyarakat ketika sebelum menjadi pemimpin, tetapi, tidak mewujudkannya adalah dusta.
Kami mengajak masyarakat untuk merefleksikan laku perbuatan serta sikap pemimpin sebelumnya yang cenderung banyak janji, tetapi, hasilnya masyarakat nelayan masih tetap miskin. Artinya bahwa, mereka hanya sekedar untuk meraih kekuasaan, mencari keuntungan ekonomi dan tidak mempedulikan kebutuhan masyarakat nelayan yang masih miskin.
Kami sangat percaya, masyarakat Sula sudah cukup cerdas soal penilaian siapa yang suka berbohong, berdusta, angkuh bila berkuasa dan tidak mempedulikan duka-derita yang dihadapi masyarakat. Begitupun secara politik, bahwa pemimpin yang pernah tidak menepati janjinya, maka, selamanya akan mengulangi hal serupa dan daerah ini selamanya akan mengalami ketertinggalan.
Kami menyarankan untuk belajar dari masa lalu. Masa lalu adalah guru yang mengajarkan kita tentang baik-buruknya kehidupan dan tujuannya adalah untuk memperbaiki hidup kita ke depan. Hal paling terburuk adalah jatuh di lubang yang sama atau memilih orang yang pernah berdusta dan pada akhirnya, kebijakannya tidak memihak pada masyarakat—mengutamakan kepentingan dirinya dan orang-orang terdekatnya (patron klien).
Kami pun bukan yang terbaik, akan tetapi, bila dipercayakan dan diberi amanah oleh masyarakat untuk memimpin, maka, tidak ada alasan untuk memberikan yang terbaik sesuai dengan harapan kita bersama. Yaitu memajukan daerah yang sama-sama kita cintai ini. Sebagaimana dikatakan Erick Fromm, agar cintah itu tumbuh, seseorang harus aktif bertindak, harus menunjukkan cintanya.
Apabila kami terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati, maka, yang kami lakukan sebagai bentuk rasa cinta terhadap daerah ini, yang hingga sekarang statusnya masih tertinggal—adalah melakukan perbaikan. Perbaikan demi memajukan daerah yang sama-sama kita cintai ini. Daerah ini maju dan tidaknya ada pada kemampuan pemerintah dalam mengelola sumber daya alam demi kepentingan masyarakat.
Orang-orang mengatakan, kami tidak ada uang dan memang benar adanya. Jika bukan karena rasa cinta kami terhadap daerah ini—selaku orang yang tidak punya uang, calon independent yang sampai sejauh ini merupakan suatu hal yang gila. Bila kami tahu caranya berhenti, mungkin kami sudah berhenti. Tidak mungkin segila ini, tapi, apalah daya—manusia mana yang mampu mengendalikan harapan yang sudah melambung jauh demi kepentingan banyak orang.
Harapan kami adalah memperbaiki daerah, memperbaiki kehidupan masyarakat—terutama masyarakat nelayan yang kehidupannya terus-menerus berada dalam kubangan kemiskinan. Dan yang akan kami lakukan dalam menunjukkan bentuk rasa cinta terhadap masyarakat adalah pertama, membuka akses yang memadai—baik modal, peralatan tepat guna, armada tangkap, pengembangan kapasitas dan akses pasar.
Terkait pasar yang selama dikeluhkan oleh masyarakat nelayan dan menurut kami persoalan ini cukup krusial. Dengan begitu, perlu dibuat regulasi dan bekerja sama dengan pihak swasta dalam hal penyediaan pasar yang layak berupa mendatangkan kapal penampung ikan sehingga memudahkan masyarakat nelayan dalam memasarkan hasil tangkapannya. Sehingga, selain nelayan dapat terbebaskan dari jeritan kemiskinan dan, juga ketersediaan pangan yang melimpah
Komentar