Ficer

“Takdir HUT Maluku Utara”: Kepergian Ko Benny dan Lahirnya Kepemimpinan Sherly

Faisal Opo Anwar (memegang payung), saat mendampingi Almarhum Benny Laos dan Sarbin Sehe, mendaftar ke KPU pada September 2024, lalu

Penulis: Faisal Opo Anwar

Mantan Jubir Mendiang Benny Laos

Seperti biasanya, saya menjalani hari. Ada beberapa tugas yang harus saya selesaikan, berhubung karena momentum pemilihan Gubernur Maluku Utara. Hampir setiap saat saya berkomunikasi dengan mendiang Benny Laos, baik itu konsultasi dan mendapatkan perintah baru.

Menjelang siang, Ko Benny (sapaan akrabnya) menghubungi saya melalui video call, menanyai alat peraga kampanye (APH) untuk wilayah Sula dan Taliabu.

Saya langsung menjawab, “Semua sudah dikirim dan terdistribusi sesuai arahannya, Ko.” Ia menjawabnya: oke. Tiba-tiba pesan WhatsApp dari Ko Benny masuk. Ia meneruskan pesan orang kepada saya dengan perintah: “Pergi lihat anaknya Pak Imam Totodoku sakit di rumah sakit tentara.”

Saat membaca pesan, saya dengan cepat menjawab, “Siap, Ko.”

Hari itu, Sabtu, 12 Oktober 2024, saya langsung pergi ke rumah sakit dengan niat menjenguk anaknya Pak Imam. Setelah urusan selesai, saya balik ke rumah karena lelah dan semalam belum sempat beristirahat. Sesampainya di rumah, saya langsung istirahat. Belum sampai dua jam, handphone saya berdering tanpa henti. Saya melihat ada 27 panggilan tak terjawab dan lebih dari 50 pesan masuk.

Saya yang masih bingung, langsung menelepon balik beberapa orang dekatnya Ko Benny. Mereka menanyakan kejadian nahas di Taliabu. Saya yang belum tahu dengan informasi tersebut, meminta waktu untuk menghubungi rombongan yang bersama Ko Benny di dalam speedboat.

Semua nomor para rombongan tidak bisa dihubungi, dan saya semakin panik. Tidak lama kemudian, teman baik saya yang sudah lama di Taliabu menghubungi saya, memberikan kabar terkait kejadian nahas di siang itu dan memastikan Ko Benny ada di dalam speedboat. Mendengar itu, saya langsung gemetar, jantung saya terpukul hebat.

Sambil mengumpulkan informasi yang saat itu masih simpang-siur, saya selalu berdoa, semoga Tuhan menyelamatkan Ko Benny. Tetapi takdir berkata lain, pukul 02.13 Ko Benny dinyatakan meninggal dunia. Dengan duka cita dan kesedihan yang mendalam, saya memberitahukan kabar ini kepada teman-teman Ko Benny di Jakarta.

Orang baik itu telah pergi meninggalkan kita untuk selamanya. Ko Benny pergi saat berjuang mengangkat harkat dan martabat daerah tempat lahirnya, yaitu Maluku Utara. Di Maluku Utara, nama Ko Benny tidak asing lagi, baik di dunia pengusaha maupun politisi.

Ko Benny menjadi salah satu pengusaha yang terjun ke dunia politik dan berhasil menjadi kepala daerah di Kabupaten Pulau Morotai. Satu periode menjabat, berbagai program yang berpihak pada rakyat keluar dari tangan dinginnya.

Ia membangun belasan ribu rumah layak huni bagi masyarakat kurang mampu. Melalui program Morotai Sehat, ia memastikan masyarakat bisa berobat tanpa biaya. Dengan Morotai Cerdas, anak-anak nelayan dan petani mendapat kesempatan sekolah hingga perguruan tinggi. Air bersih gratis mengalir ke puluhan desa lewat program Air Untuk Semua, dan pembangunan jalan, dermaga, serta listrik desa membuka keterisolasian masyarakat pesisir.

Di bawah kepemimpinannya, Morotai tumbuh menjadi simbol kemajuan daerah kepulauan. Pertumbuhan ekonomi naik signifikan, tingkat kemiskinan menurun tajam. Ia menjadikan Morotai bukan hanya dikenal karena keindahan lautnya, tapi juga karena keadilan sosialnya.

Ko Benny sering berkata, “Pemimpin itu bukan tentang siapa yang berkuasa, tapi siapa yang berani berkorban untuk orang banyak.”

Dan ia membuktikannya—dengan tenaga, waktu, dan akhirnya, dengan nyawanya.

Usai masa kepemimpinannya paripurna, kami mendorong Ko Benny maju sebagai calon Gubernur Maluku Utara. Kami ingin semangat dan keberpihakannya terhadap rakyat kecil dirasakan lebih luas. Di setiap panggung kampanye, ia berbicara tentang anak muda, nelayan, petani, dan mimpi besar tentang Maluku Utara yang berdaulat dan sejahtera.

Namun takdir berkata lain. Ko Benny berpulang di tengah jalan perjuangannya—di lautan yang menjadi saksi terakhir langkahnya menuju Jazirah Almulk.

Tak ada yang kebetulan.

Kepergian Ko Benny bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Sebuah hari yang mestinya penuh perayaan, namun sejak itu menjadi hari yang bercampur antara rasa cinta dan luka.

Sejak hari itu pula, setiap perayaan HUT Pemprov Maluku Utara selalu terasa berbeda. Di antara doa dan tepuk tangan, selalu ada diam yang panjang, ada air mata yang jatuh pelan. Karena bagi sebagian orang—terutama bagi Mami, Sherly, istri sekaligus sahabat seperjuangannya—tanggal itu bukan sekadar peringatan pemerintahan, tapi juga hari mengenang cinta dan pengorbanan seorang suami, seorang pejuang.

Kini, Sherly Tjoanda, perempuan yang dulu berdiri di samping Ko Benny dalam setiap langkahnya, telah dipilih rakyat untuk memimpin Maluku Utara. Dalam setiap langkahnya, ia membawa satu hal yang tak pernah hilang: semangat Ko Benny.

Ia melanjutkan cita-cita itu—tentang pendidikan, tentang kesehatan, tentang kesejahteraan. Tentang Maluku Utara yang dibangun dari kasih dan kerja keras.

Satu tahun sudah Ko Benny pergi. Tapi cinta dan warisannya tetap hidup.

Dalam rumah yang ia bangun, dalam anak-anak yang ia sekolahkan, dalam setiap hati yang ia sentuh.

Engkau pergi di hari yang penuh makna, meninggalkan cinta yang menjelma jadi cahaya.

Cahaya yang kini diteruskan oleh Mami Sherly—di jalan juang yang dulu kau mulai, demi Maluku Utara yang kau cintai.

Baca Juga