Parlemen

Hasby Yusuf Soroti Regulasi dan Modal Koperasi Merah Putih di Ternate

Hasby Yusuf, anggota DPD RI Perwakilan Maluku Utara. Foto: Ris

Anggota DPD RI, Hasby Yusuf, menyoroti sejumlah kendala yang dihadapi Koperasi Merah Putih (KMP) di Kota Ternate.

Ia menilai regulasi yang belum jelas dan keterbatasan modal menjadi hambatan utama bagi pengembangan koperasi di daerah itu.

Pernyataan itu disampaikan Hasby saat menghadiri rapat bersama pimpinan DPRD Kota Ternate pada Senin, 27 Oktober 2025, di ruang eksekutif DPRD Kota Ternate. Rapat tersebut merupakan tindak lanjut dari pertemuan DPRD Kota Ternate dengan Kementerian Pariwisata dan Kementerian Koperasi pada 21–22 Oktober 2025 lalu. Pertemuan sebelumnya membahas berbagai kendala teknis yang dialami KMP, mulai dari regulasi, pendanaan, hingga kesiapan kelembagaan.

Hasby menjelaskan, KMP menghadapi persoalan mendasar seperti modal awal yang terbatas, sistem manajemen yang belum optimal, serta status lahan yang belum jelas. Ia menekankan pentingnya payung hukum yang kuat untuk mendukung keberlangsungan koperasi.

“Payung hukumnya masih semrawut. Pemerintah perlu menyiapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang koperasi agar menjadi landasan hukum yang kuat. Kalau pemerintah daerah ingin memperkuat infrastruktur ekonomi, maka Perda koperasi ini sangat penting,” ujar Hasby kepada Halmaherapost.com.

Menurutnya, koperasi seharusnya menjadi agen utama dalam memperkuat ekonomi rakyat, namun keberadaannya sering kali tidak mendapat jaminan resmi dari pemerintah. Akibatnya, KMP kesulitan memperoleh modal dari pihak perbankan.

“Apakah KMP harus menjaminkan kantor lurah untuk memperoleh modal?” sindir Hasby.

Ia berharap pemerintah daerah serius mengembangkan KMP dengan menjadi penjamin resmi, sehingga aktivitas koperasi dapat berjalan optimal dan mendukung ekonomi lokal.

Wakil Ketua II DPRD Kota Ternate, Jamian Kolengsusu, menambahkan, perbaikan sistem KMP perlu diseriusi. Setelah pertemuan dengan Dinas Koperasi dan sejumlah bank, DPRD kemudian berkoordinasi dengan Kementerian Koperasi.

“Dari pihak deputi kementerian, regulasinya ternyata belum final. Sistem yang diterapkan masih menggunakan standar Jawa, dan ini membuat kami cukup resah,” jelas Jamian.

Ia menekankan, standar jaminan yang dibutuhkan KMP bisa berasal dari Dana Insentif Daerah (DID) maupun Dana Kelurahan (DK). Namun, pemotongan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) turut memengaruhi kemampuan keuangan daerah.

“Hal yang paling berpengaruh adalah potensi daerah dan jumlah penduduk. Maka Pak Hasby menyarankan, bila perlu satu kecamatan cukup memiliki satu koperasi saja, agar sesuai dengan standar yang ditetapkan Kementerian Koperasi,” tutupnya.

Penulis: Ris
Editor: Ramlan Harun

Baca Juga