Proyek
DLH Morotai Dinilai Lalai Awasi Pengangkutan Material Proyek Talud

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pulau Morotai, dinilai lalai dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap aktivitas pengangkutan material pada proyek pembangunan talud penahan ombak di Desa Sangowo dan Desa Mandiri.
Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa sejumlah dump truck yang digunakan untuk mengangkut material proyek tidak mematuhi ketentuan lingkungan yang tertuang dalam dokumen Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL). Truk-truk tersebut tidak dilengkapi dengan terpal penutup, sehingga debu dari muatan tersebar ke jalan dan lingkungan sekitar.
Padahal, dalam dokumen SPPL disebutkan secara tegas bahwa untuk mencegah pencemaran udara dan jalan, kendaraan pengangkut material wajib menutup bak dengan terpal. Selain itu, jalan yang dilalui armada setelah aktivitas pengangkutan juga harus disiram guna mengurangi debu yang berpotensi mengganggu kenyamanan dan kesehatan warga.
"Pencemaran udara dan pencemaran jalan. Pengelolaan pencemaran ini harus dilakukan dengan menutup bak dump truck menggunakan terpal serta setelah pekerjaan selesai maka dilakukan penyiraman jalan yang dilewati oleh dump truck saat kegiatan operasional," bunyi kutipan dalam lampiran SPPL tersebut.
Tidak hanya soal terpal, dalam SPPL juga diatur sejumlah kewajiban lain yang harus dipatuhi oleh pelaksana proyek, termasuk penyediaan air bersih, pengelolaan air limbah dan sampah, hingga langkah-langkah penanggulangan kebakaran di lokasi proyek.
Sayangnya, sejumlah pelanggaran terhadap ketentuan tersebut ditemukan di lapangan tanpa ada tindakan tegas dari DLH selaku instansi yang berwenang dalam pengawasan.
Saat dikonfirmasi, General Manager perusahaan pelaksana proyek talud di Desa Sangowo mengakui adanya penggunaan truk tanpa terpal. Namun ia menyatakan, hal itu terjadi karena material yang diangkut tidak berasal dari lokasi galian resmi yang tercantum dalam SPPL.
"Kalau soal terpal, itu karena materialnya bukan dari lokasi galian resmi. Saya paham isi SPPL, dan kami akan ikuti jika material berasal dari kuari yang memiliki izin. Tapi dalam kondisi sekarang, masyarakat sekitar yang menjual batu untuk biaya sekolah anak-anak, jadi kami pikir secara kemanusiaan," ujarnya.
Meski demikian, ia menegaskan komitmen untuk menjalankan pengawasan lebih ketat terhadap aktivitas armada, terutama saat pengambilan material dari lokasi yang telah memiliki izin resmi.
"Kalau sudah ambil dari lokasi resmi, semua prosedur akan kami patuhi. Kalau ada sopir tidak pakai helm, sepatu boot, atau tidak menutup bak dengan terpal, saya akan suruh pulang. Tidak akan kami layani," tegasnya.
Situasi ini memunculkan sorotan terhadap kinerja DLH Morotai yang dianggap tidak maksimal dalam memastikan pelaksanaan proyek berjalan sesuai dengan komitmen lingkungan yang telah disepakati.
Warga sekitar berharap DLH segera turun tangan dan mengambil langkah pengawasan yang lebih ketat, agar dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat bisa diminimalkan.
Komentar