Fenomena

Dinamika Atmosfer Jadi Penyebab Gelombang Pasang di Maluku Utara

Rumah warga di pesisir Desa Sidangoli Gam yang dihantam gelombang pasang Sabtu 16 Januari kemarin || Istimewa.

Ternate, Hpost – Cuaca ekstrem yang melanda wilayah Maluku Utara belakangan ini membuat aktivitas pelayaran diminta waspada. Sebab dalam laporan BMKG Kelas I Sultan Baabullah Ternate pada Kamis 18 Februari 2021, tinggi gelombang bisa mencapai 4,0 hingga 6,0 meter.

Akademisi Meteorologi dan Klimatologi, Fakultas Pertanian, Universitas Khairun Ternate, Much Hidayah Marasabessy, mengatakan, fenomena air pasang hingga tingginya gulungan ombak yang terjadi pada beberapa titik di Maluku Utara, disebabkan dinamika atmosfer.

Baca juga: 

Gelombang Tinggi, KSOP Ternate Tunda Aktivitas Pelayaran

Rumah Warga di 3 Kecamatan Pulau Morotai Rusak Diterjang Ombak

Aksi Penyelamatan Kapal Rute Ternate – Moti yang Nyaris Tenggelam

Menurut dia, kondisi itu masih normal sebagai bagian dari dinamika atmosfer. “Jangan langsung buru-buru bilang, oh ini karena adanya perubahan iklim. Itu terlalu premature, apalagi tanpa data time series yang valid,” ucap Hidayah kepada Halmaherapost.com lewat pesan WhatsApp.

Bagi dia, penyebutan abrasi juga tidak tepat dengan mengatakan perubahan bentang alam yang menjadi pemicu utama dalam fenomena ini, yang kemudian merujuk pada bencana.

Akademisi Meteorologi dan Klimatologi, Fakultas Pertanian, Universitas Khairun Ternate, Much Hidayah Marasabessy. || Foto: Istimewa

"Yang pasti perubahan landscape-lah yang menjadi pemicu utama bencana yang kita lihat sekarang. Note kiranya abrasi kurang tepat. Jadi gelombang laut pasang itu masih normal,” tuturnya.

Kendati demikian, Hidayah menilai perubahan pada pesisir pantai akan berdampak pada lakosi lainnya. Seperti kawasan wisata pantai Sulamadaha.

"Perubahan di daerah pesisir tentu tidak hanya berdampak pada lokasi yang telah direkayasa, tapi juga impact tersebut pada daerah sekitarnya. Contoh di Sulamadaha,” terangnya.

Dengan demikian, menurut dia, tidak boleh menyalahkan alam. Karena ini fenomena biasa. Yang tidak biasa ketika sudah merekayasa spot-spot dari dampak fenomena tersebut.

“Di kawasan Daulasi itu daerah reklamasi. Di situ dulunya laut. Informasi alam itu masih laut, bukan jalan. Salah alam di mana ?," pungkasnya.

Baca Juga