Perkara

Darurat Kekerasan Seksual, Aktivis di Tobelo Minta DPRD Turun Tangan

Tobelo, Hpost - Sejumlah aktivis perempuan di Tobelo, Halmahera Utara, Maluku Utara, meminta anggota wakil rakyat perempuan DPRD Halmahera Utara turut bersikap tangani darurat kekerasan seksual yang marak terjadi.

Protes ini merupakan bagian dari merefleksikan 76 tahun kemerdekaan Indonesia, sekaligus mengampanyekan masalah pelecehan terhadap kaum perempuan.

BACA:
Memperingati Kemerdekaan di Kampung Paling Bersejarah di Tidore

Ketua Suluh Perempuan Halmahera Utara, Yunita, mengemukakan laporan data dari unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Halut sejak Januari-Juli 2021 tercatat sebanyak 36 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Sementara menurutnya, kedaruratan kekerasan seksual di Halmahera Utara tersebut tak kunjung dijawab oleh lembaga-lembaga terkait terutama wakil rakyat.

"Mereka (wakil rakyat perempuan) tak sedikit pun menoleh, mempertanyakan apalagi mengawal kasus-kasus tersebut," kata Yunita, Rabu 18 Agustus 2021.

Hal senada juga diutarakan Ketua Bidang PP GMKI cabang Tobelo, Yuvelian Tan. Ia bilang Halmahera Utara menempati urutan kedua di Provinsi Maluku Utara sebagai penghasil kasus kekerasan seksual terbanyak.

“Seharusnya sensitivitas para Nyonya Rakyat berdetak, bukan malah diam-diam saja,” ujar Yuvelian.

Sementara, aktivis perempuan AMAN Halmahera Utara, Dewi Anakota, mengatakan perempuan dan anak belum aman berada di luar dan di dalam rumah.

Faktanya kasus kekerasan seksual terus meningkat semenjak pandemi COVID-19 dan Halut menjadi salah satu daerah yang paling rawan terhadap kekerasan seksual.

"Dari beberapa kasus kekerasan seksual yang marak terjadi di Halut saya belum pernah melihat satu keterwakilan perempuan di DPRD yang turut menyuarakan atau mengecam para predator seks ini," tegas Dewi.

BACA:
Perempuan di Ternate Diduga Buang Balitanya ke Kali

Tak hanya itu, salah satu aktivis perempuan Lepa Boeng, Elselince Porotjo, menilai fungsi DPRD itu adalah legislasi, pengawasan, dan budgeting, tapi nampaknya mereka gagap menerjemahkan salah satu fungsinya yaitu legislasi.

Dengan urgensinya kekerasan seksual ini, kata dia, DPRD Halut harus mendorong pembuatan Peraturan Daerah (Perda) khusus untuk mitigasi dan penanganan kekerasan seksual di Halut.

"Melihat sangat penting peraturan daerah khusus kekerasan seksual untuk mengatur dan melindungi korban yang sudah sangat lama terjadi dan ingin dilindungi," tuturnya.

Asterlita T Raha, salah satu perempuan Loloda menuturkan eksistensi wakil rakyat perempuan di Halmahera Utara perlu dipertanyakan, di mana keberadaan mereka selama ini ketika ruang aman perempuan di Halmahera Utara terancam.

"Mungkin ini akibat fakirnya political will nyonya rakyat di Halmahera, atau buta bahwa sesungguhnya mereka itu telah dikutuk untuk berbicara, ini ruang publik jadi yang mesti dipertunjukan gagasan dan wacana,” tandas Asterlita.

Penulis: BCS
Editor: Redaksi

Baca Juga