Lingkungan

Pertemuan Warga dan PT FPM, AMDAL Baru Sudah Dibuat Namun Belum Uji Publik

Aksi protes tambang oleh masyarakat Desa Sagea || Foto: Istimewa

Weda, Hpost – Masyarakat Desa Sagea-Kiya, Halmahera Tengah yang tergabung dalam Front Selamatkan Kampung (SEKA) Sagea menyebutkan PT First Pasific Mining (FPM) sudah membuat AMDAL baru, hanya saja tidak pernah dilakukan uji publik.

Hal ini disampaikan Koordinator Selamatkan Kampung Sagea, Adlun Fikri kepada Halmaherapost usai melakukan pertemuan dengan perusahaan yang dimediasi Pemkab Halteng melalui Wakil bupati Abdurrahim Odeyani bersama sejumlah OPD di Ruang Rapat Bupati, Senin 29 Agustus 2022.

"Tadi PT FPM sudah memaparkan AMDAL-nya dan kami meminta ada forum ilmiah antara ahlinya perusahaan dan kami juga menghadirkan ahli geologi bahkan bidang lingkungan untuk satu forum bersama untuk menguji AMDAL perusahaan. Apakah Sagea ini layak atau tidak dijadikan sebagai kawasan pertambangan dan bagaimana dampak-dampaknya," kata Adlun.

Adlun bilang, pihak perusahan seakan-akan menyembunyikan izin-izinnya, sehingga mereka meminta PT FPM atau Pemkab untuk memfasilitasi apa yang telah perusahan paparkan tadi itu agar dijelaskan di tengah masyarakat.

"Mulai dari anak kecil sampai orang tua-tua harus tahu karena ini informasi publik, ini menyangkut hak atas informasi karena orang Sagea akan terdampak nanti," ujarnya.

Menurut Adlun, dalam rapat itu Pemkab terkesan dilematis karena antara berpihak ke perusahan atau masyarakat. Akan tetapi gerakan Selamatkan Kampung Sagea tetap ada tuntutan yaitu PT FPM mengangkat kaki dari kampung Sagea.

SEKA menawarkan solusi tentang pengembangan pariwisata yang pembangunannya dinilai berkelanjutan serta akan berdampak pada PAD secara turun-temurun.

"Saya pikir itu yang paling penting dan kami prioritaskan pengelolaan lingkungan untuk Pariwisata dibanding tambang," cetus Adlun.

Dia menyampaikan, Sagea menjadi tolak ukur apakah Pemerintah serius tidak mencanangkan Sagea menjadi kawasan prioritas perlindungan karst untuk dikembangkan sebagai wisata.

"Dan kami kejar Pemda punya komitmen ini kalau mereka tidak berkomitmen berarti Pemda selama ini tidak konsisten berbicara soal lingkungan," pungkasnya.

Baca Juga:


2 Sumber Hidup Orang Sagea, Halmahera Tengah Ini Akan Hancur Jika PT FPM Beroperasi

Wakil Bupati Halteng, Abdurrahim Odeyani mengatakan, dalam kesempatan itu pihaknya mengundang camat, dua kepala desa dan gabungan pemuda-mahasiswa yang beberapa waktu lalu melakukan aksi di PT FPM, guna dilakukan mediasi.

"Tadi telah disampaikan bahwa mereka ingin agar dokumen AMDAL PT FPM dilakukan adendum atau paling tidak dievaluasi untuk bisa dilakukan penyesuaian terhadap kondisi alam dan apa yang terjadi saat ini. Karena memang AMDAL itu berlakunya sejak tahun 2018, dalam ketentuan AMDAL itu harus dilakukan adendum atau penyesuaian," kata Rahim.

"Memang alasan mereka tadi bahwa AMDAL punya PT FPM ini juga tidak melibatkan masyarakat atau pada saat konsultasi publik," lanjut Imo, sapaan akrabnya.

Ada konsultasi publik yang mereka libatkan masyarakat Sagea-Kiya, akan tetapi menurut adik-adik mahasiswa itu harus dilakukan.

Memang secara emosional ada yang berpikir ditolak, setelah kami gali mereka ingin agar hanya dua saja, yakni AMDAL mereka harus adendum, dan ada jaminan terhadap dua destinasi wisata baik Talaga Yonelo dan Goa Bokimoruru.

"Itu yang kami minta solusi ke pihak perusahaan agar konsesi mereka yang dimiliki itu harus dibuat semacam tanggul agar pada saat mining di musim hujan itu tidak ada sendiment yang jatuh ke sungai dan itu mereka bersedia," jelasnya.

Selain itu, kata Imo, FPM akan membuat jalan keliling talaga dan menyiapkan sarana dan prasarana untuk dijadikan sebagai pusat pariwisata bagi masyarakat.

Memang ada pikiran-pikiran lain dari teman mahasiswa bahwa harus ada penolakan. Namun kita tahu semua penolakan ini bukan hanya sekedar penolakan begitu saja tetapi harus melalui proses hukum dan lain sebagainya untuk ditempuh pada jalur itu.

"Alhamdulillah, tadi boleh dikatakan mulai ada titik terang. Bahkan ada masyarakat yang lahannya sudah dijual ke pihak perusahan dan sudah dilakukan transaksi jual beli. Sementara yang lain mendesak ke perusahan agar segera mereka punya juga dibayar, soal harga itu pemilik lahan dengan perusahan," pungkasnya.

Penulis: Risno Hamisi
Editor: Rian Hidayat Husni

Baca Juga