Opini dan Esai

KUTUKAN SUMBERDAYA ALAM DI MALUKU UTARA

Oleh: Chairullah Amin

Ketua Program Studi S2 Ilmu Ekonomi Universitas Khairun Ternate


“Hati-hati," kata Presiden Jokowi dalam suatu forum terkait pertumbuhan ekonomi Maluku Utara yang mencapai 27% atau mungkin yang paling tertinggi di dunia. Ada benarnya peringatan dari Pak Jokowi.

Fenomena salah kelola ekonomi pada negara atau wilayah yang memiliki sumberdaya alam yang berlimpah hanya akan menimbulkan yang namanya Resource Curse atau kutukan sumberdaya.

Teorinya yang terkenal yaitu the dutch desease di mana negara atau wilayah sedang mengalami booming ekonomi dengan sumberdaya alamnya, namun kurang berdampak terhadap kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Beberapa negara ada yang berhasil mengelola kekayaan SDA-nya namun banyak pula yang gagal sehingga terjerat masuk dalam perangkap resource curse (kutukan sumberdaya).

Jonas Bunte (2011) dalam artikelnya menguraikan negara atau daerah yang menerapkan sistem ekonomi yang terkoordinasi (coordinated market economic) lebih mampu mengatasi kutukan SDA ini dibandingkan dengan wilayah yang menganut sistem ekonomi pasar bebas (liberal market economic).

Wilayah yang menganut sistem ekonomi pasar liberal (LME), tingkat upah ditentukan secara terpusat dalam beragam industri atau bahkan industri yang spesifik. Di negara kita dikenal dengan Upah Minimum Provinsi (UMP). Tingkat upah di wilayah LME ini mengkondisikan adanya pergerakan tenaga kerja lintas sektor yang tidak bisa dibendung karena tawaran upah yang tinggi. Fenomena ini dibuktikan dari pergeseran tenaga kerja dari sektor primer seperti pertanian berpindah ke sektor sekunder seperti industri pertambangan atau industri manufaktur lainnya.

Baca: Piala Dunia dan Piara Dunia

Negara atau pemerintah tidak memberikan jaminan upah yang moderat agar tenaga kerja tetap bekerja pada sektor sebelumnya sesuai dengan keahlian dan pendidikannya. Efeknya, pergeseran tenaga kerja ke sektor yang lebih menjanjikan dengan tingkat upah yang tinggi menyebabkan sektor primer mengalami defisit tenaga kerja sehingga skala produksi menurun. Petani enggan lagi mau ke sawah atau kebun karena lebih memilih untuk menjadi buruh kasar di sektor industri atau pertambangan.

Sebaliknya, wilayah yang menganut sistem coordinated market economic (CME) menetapkan sistem penawaran upah yang terpusat dengan mekanisme institusi yang merata antar sektor. Sistem upah yang berkeadilan dalam CME memberlakukan pola insentif terhadap efek eksternalitas yang diakibatkan oleh upah yang meningkat.

Selanjutnya 1 2 3
Penulis:

Baca Juga