Organisasi
KNPI Desak Presiden Batalkan Perpu Cipta Kerja

Jakarta - Ketua Harian DPP KNPI, Rusdi Yusuf menyatakan bahwa pihaknya mengecam dan menolak keras terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perpu Cipta Kerja).
"Perpu ini menegaskan abainya pemerintah terhadap partisipasi publik dalam pembentukan legislasi. Pemerintah kerapkali tidak melihat rakyat sebagai basis pengambilan kebijakan, persis seperti sejarah pembentukan UU Cipta Kerja ini yang diwarnai kontroversi, dinamika, dan sederet penolakan dari elemen masyarakat sipil," kata Rusdi kepada Halmaherapost.com Kamis 5 Januari 2023.
Ia bilang, hal ini juga menggambarkan pemerintah tidak taat konstitusi, mengingkari amanat Putusan MK yang mengharuskan perbaikan 2 tahun setelah Putusan MK dibacakan pada 25 November 2021.
Baca:
Sejumlah Karyawan Jadi Korban saat Gudang Meledak, IWIP Masih Diam
"Kami menilai alasan penerbitan Perpu Cipta kerja yang disampaikan pemerintah terlalu mengada-ngada. Tidak ada kausalitas, keterhubungan, dan implikasi atas kondisi geopolitik global dan pandemi covid dengan alasan penerbitan Perpu ini," ucapnya.
Cara berpikir pemerintah ini, menurutnya, akan berimplikasi luas terhadap praktik ketatanegaraan.
"Jika dilazimi, Indonesia akan bergeser menjadi negara dekrit. Presiden dapat dengan sesuka hati menerbitkan peraturan hanya dengan melandaskan pada kondisi darurat yang tidak terukur dan bias," ujarnya.
Untuk itu, kata Rusdi, atas nama DPP KNPI mengecam dan menolak keras terbitnya Perpu Cipta Kerja.
"Praktik penerbitan Perpu ini jelas-jelas sebuah tindakan kudeta konstitusi, mengancam kedaulatan rakyat, dan merusak tradisi negara demokrasi," katanya.
Lanjutnya, pada 30 Desember 2022, tanggal dimana Presiden menandatangani Perpu Cipta Kerja, orang nomor satu di Indonesia itu juga mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang menjadi penanda pandemi covid.
"Dengan pencabutan PPKM, kedaruratan pandemi menjadi berakhir, ini adalah logika kausal. Jika pemerintah beralasan Perpu Cipta Kerja karena kegentingan memaksa, yang salah satunya karena pandemi covid, cara berpikir ini bias dan anomali,” ujarnya.
Menurutnya, mendiamkan praktik bernegara ini hanya akan menjadi preseden buruk dalam mengelola kekuasaan. Padahal landasan, tuntutan, dan amanat reformasi adalah keseimbangan kekuasaan dalam pengelolaan negara, termasuk berfungsinya cabang-cabang kekuasaan negara.
"Penerbitan Perpu menandakan Indonesia kembali ke fase otoritarianisme, bandul kekuasaan sangat bertendensi eksekutif (executive heavy). Apakah kemudian negara hanya akan diatur dengan Perpu nantinya? Apakah cara-cara bernegara akan dilandaskan pada kedaruratan berkelanjutan, sehingga hak-hak berdemokrasi rakyat akan terberangus? Ini pertanyaan yang mungkin nanti akan menjadi ratapan," tandasnya.
Komentar