Pilkada 2024
Jurnalis di Maluku Utara Didatangi Polisi Tengah Malam, Akademisi: Ini Intimidasi, Kapolda Segera Evaluasi
Salah satu jurnalis media online Kaidah Malut, Yunita Kadir, yang berdomisili di Kelurahan Kulaba, Kecamatan Ternate Barat, didatangi segerombolan anggota polisi pada Minggu 1 November 2024, sekitar pukul 23.00 WIT.
Kedatangan anggota Polres Ternate tersebut dipimpin oleh Kanit Tipidter IPDA Farida Badilah. Saat didatangi, Yunita mengenakan kain berwarna merah dan kaos singlet yang ditutupi jaket pada bagian dada. Namun, sepanjang interogasi, Yunita tidak dipersilakan untuk mengganti pakaian.
"Sudah larut, saya hendak beristirahat (tidur, red). Tiba-tiba adik laki-laki saya, Angga, masuk ke kamar dan bilang kalau ada Bhabinkamtibmas datang dengan polisi. Saya heran, jam begini kok polisi datang. Saya keluar dan bertemu dengan Bhabinkamtibmas. Setelah itu, saya suruh Pak Bhabin untuk arahkan anggota Polres ke ruang tamu," ungkap Yunita saat menceritakan kronologi, Senin 2 November 2024.
Setelah di ruang tamu, Yunita mengatakan bahwa dirinya dimintai keterangan terkait penyebaran flyer seruan aksi demo yang dijadwalkan berlangsung Senin siang (hari ini, red).
"Saya ditanya siapa yang pertama bagikan flyer, dan saya bilang itu diperoleh dari grup WhatsApp. Itu pun sudah diteruskan berkali-kali. Tetapi mereka mau tahu asal-usulnya. Jadi, saya cari tahu dan bilang itu didapat dari teman wartawan bernama Rajif, pimpinan redaksi Halmaheranesia.com. Kemudian, salah satu petugas meminta nomor kontak Rajif, dan saya kasih. Setelah itu, Ibu Ida bilang saya bisa dijerat UU ITE karena menyebarkan flyer yang bermuatan provokasi dan isu SARA," beber Yunita.
Selain dimintai keterangan, Yunita mengaku diminta untuk datang ke kantor polisi guna memberikan keterangan lengkap. Namun, permintaan itu ditolak Yunita dengan alasan sudah larut malam dan anaknya sedang sakit. Yunita juga mempertanyakan surat perintah resmi dari atasan, tetapi Kanit hanya mengatakan, "Nanti datang saja ke kantor."
Rajif Diminta Keterangan
Rajif, yang juga anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI), mengatakan bahwa pada Senin (2/12/2024) sekitar pukul 00.23 WIT, ia ditelepon nomor baru melalui WhatsApp.
"Saat itu saya sedang berada di kedai kopi bersama kru media saya. Polisi meminta saya datang ke Polres untuk memberikan keterangan terkait flyer aksi demo pascapilkada yang tersebar di media sosial," ujar Rajif.
Rajif mengatakan bahwa flyer tersebut ia dapatkan dari grup WhatsApp keluarga dan diteruskan ke grup media center kandidat Pilkada 2024. Ia menambahkan narasi "Dapa takooo" yang berarti "sangat bikin takut" sebagai tambahan.
"Mereka meminta saya tanda tangan keterangan, tetapi saya menolak karena tidak memiliki hubungan langsung dengan flyer tersebut. Saya juga menyatakan bahwa pendampingan dari organisasi profesi AJI diperlukan sebelum memberikan keterangan lebih lanjut," jelas Rajif.
Praktisi Hukum Soroti Langkah Aparat
Terpisah, praktisi hukum Abdul Kadir Bubu menyoroti langkah aparat kepolisian yang mendatangi dua jurnalis terkait penyebaran flyer tersebut.
"Demonya saja belum dilaksanakan, kok sudah cari orang yang membagikan flyer? Seharusnya kepolisian berterima kasih karena mereka bisa mengantisipasi jalannya demo," ujar dosen Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate itu.
Ia menegaskan, seharusnya pihak kepolisian berterima kasih dengan adanya penyebaran flyer tersebut. Dengan begitu polisi bisa mengantisipasi jalannya demo.
"Bukan mengintimidasi orang-orang yang membagikan seruan demo. Kecuali demo ini berisi ajakan baku bunuh. Ini protes adanya dugaan ketidakadilan yang dilakukan penyelenggara pemilu. Protesnya jelas ke Bawaslu, KPU, itu jelas demonya di situ. Masak protes adanya dugaan ketidakadilan diharamkan?" tukas Abdul Kadir.
Menurutnya, kepolisian seharusnya fokus mengantisipasi jalannya demo agar tidak ricuh, bukan mengintimidasi jurnalis atau orang-orang yang membagikan informasi aksi.
"Polisi mendatangi orang di rumah tanpa surat panggilan apapun, itu bentuk teror yang dilakukan aparat. Jangan-jangan aparat juga turut berpartisipasi, atau katakanlah juga terlibat dalam politik semacam ini. Jangan-jangan begitu. Jadi yang mesti diantisipasi juga adalah perilaku aparat yang semacam ini," tegasnya.
"Kalau memang dinilai ada masalah, panggil klarifikasi, kenapa begini. Jangan didatangi tengah malam seakan-akan ini situasinya sudah sangat genting, tidak boleh begitu," sambung Abdul Kadir Bubu.
Kapolda, kata dia, harus mengevaluasi anggotanya yang diduga melakukan upaya intimidasi terhadap jurnalis tersebut. Sebab langkah ini mencoreng nama baik institusi kepolisian.
"Ini demokrasi yang begini biasa saja, orang demo biasa saja. Kalau ada yang tidak puas dengan proses demokrasi lalu demo ke KPU, itu biasa saja. Jadi jangan tengah malam orang didatangi, orang dipanggil tanpa prosedur, jangan begitu. Kapolda harus panggil anggotanya itu," tandas Abdul Kadir.
Komentar