Pencemaran Lingkungan

Sungai Waleh Tercemar, PT BPN Harus Diberi Disanksi

Sungai Waleh, Halmahera Tengah, yang tercemari aktivitas pertambangan, PT Bakti Pertiwi Nusantara.

Weda, Hpost - Sungai Waleh di Halmahera Tengah, telah tercemar. Pencemaran ini disebabkan sedimentasi air akibat aktivitas pertambangan nikel milik PT Bakti Pertiwi Nusantara. Sedimentasi tersebut dibenarkan juga oleh manajemen perusahaan pada saat menerima kunjungan DPRD dari Komisi III, pada Kamis 11 Juni 2020, kemarin.

Munadi Kilkoda, Sekretaris Komisi III, dalam pertemuan bersama manajemen PT Bakti Pertiwi Nusantara (BPN), Kamis 11 Juni 2020, kemarin mengatakan, dengan kejadian ini menunjukkan perusahan tidak memiliki kajian yang matang sebelum melakukan kegiatan pertambangan.

Munadi menguraikan, dalam pertemuan yang berlangsung di kantor perusahan Kamis 11 Juni 2020, perusahaan mengakui tidak memiliki sistem perencanaan tambang dan studi kelayakan dalam melakukan kegiatan pertambangan. Hal tersebut membuat sedimentasi sulit dikendalikan, apalagi di tengah intensitas curah hujan yang cukup tinggi.

“Apalagi beberapa sediment pond yang ada itu ternyata baru dibangun, padahal semestinya dibangun sejak tahapan konstruksi. Sedimentasi pada air sungai Waleh tersebut menunjukkan bahwa sediment pond yang disiapkan ternyata tidak memiliki kegunaan apa-apa. Nyatanya jebol,” kata Munadi.

Baca Juga: Air Saloi di Halmahera Tengah Diduga Telah Dicemari Aktivitas Tambang

Baca Juga: Limbah Tambang di Halmahera Tengah Diduga Cemari Sumber Air Bersih

Baca Juga: Sudah Setahun Belum Direalisasi, PT BPN Bikin Janji Lagi

Munadi menyayangkan, kejadian tersebut terjadi menahun dan tidak diperbaiki pihak perusahan. Penjelasan pihak perusahaan, menurut Munadi, masih memungkinkan pencemaran lingkungan terutama sedimentasi tersebut masih sangat mungkin terjadi di waktu akan datang.

“Kalau dibiarkan masyarakat yang hidup di bantaran sungai terutama yang ada di Trans Waleh dan bagian pesisir baik di Waleh dan Yeke akan merasakan dampak buruk yang luar biasa. Bahkan biota air sungai dan laut juga terancam keberadaannya,” urainya.

Munadi mengherankan komitmen lingkungan perusahan tersebut. “Saya harus bilang perusahaan ini tidak taat pada aturan hukum yang berlaku,” ucapnya.

Ketidakpatuhan itu, kata Munadi, dapat dilihat dari Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), yang tidak pernah dilaporkan ke pemerintah daerah. Padahal kewajiban melapor itu diatur jelas di UU Lingkungan Hidup dan aturan turunan seperti di Permen LHK 26/2018.

“Kok bisa-bisanya dia abaikan kewajiban tersebut. Saya mencurigai ada kesengajaan menyembunyikan masalah dampak yang terjadi di penambangan ini,” kata Munadi, sembari enyentil seperti apa system pengolahan limbah B3 (bahan berbahaya beracun) dari aktivitas perusahaan.

Atas temuan serius ini, bagi Munadi, tidak boleh ditolelir. Dia mengatakan DPRD akan merekomendasikan ke Bupati agar segera memberikan sanksi tegas sebagaimana diatur dalam Pasal 76 UU 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup.

"Dalam UU Bupati diberikan kewenangan mencabut izin lingkungan perusahaan tersebut," katanya.

Penulis: Ino
Editor: Red

Baca Juga