Ekonomi Kreatif
Elit Pemda di Maluku Utara Salah Urus Ekonomi Kreatif

Ternate, Hpost – Berapa jumlah pelaku ekonomi kreatif (Ekraf) di Maluku Utara? Berapakah yang terdampak krisis akibat pandemi Covid 19?
Dua pertanyaan mendasar perihal Ekraf itu disampaikan oleh Anggota Komisi II DPRD Provinsi Maluku Utara, Sofyan Daud, menggarisbawahi hasil rapat kerja dengan SKPD mitra Provinsi Maluku Utara, yang dikutip Halmaherapost.com, dari unggahan akun facebook pribadinya, Minggu 19 Juli 2020, dini hari.
Pertanyaan di atas ditujukan kepada kepada elit pemda yang dinilai kurang kreatif dan minim inovasi serta inkonsisten membangun dan mengembangkan Ekraf dan UMKM di Maluku Utara.
Menurut politisi yang juga menggiati pengembangan komunitas dan Ekraf ini, Jawaban atas pertanyaan itu membutuhkan data.
“Data itu hanya mungkin terhimpun dan terupdate bila pemerintah daerah punya perhatian, kepedulian, sebagai syarat bagi kebijakan pembinaan, pengembangan Ekraf yang bersungguh-sungguh dan terukur,” papar Sofyan.
Alih-alih membina dan mengembangkan, Menurut Sofyan, memahami benar konsepsi, karakteristik, produk, dan para produsen atau kreator Ekraf, sepertinya belum 'selesai'.
“Itu barangkali, mengapa para kreator, perseorangan, institusi atau komunitas Ekraf, masih dipandang sebelah mata, bahkan kadang nyaris tak kelihatan. Apresiasi, pengayoman apalagi. Jarang sekali,” kata Sofyan.
Sofyan menilai para penentu kebijakan relatif sulit membedakan secara tegas, karakteristik yang spesifik antara Ekraf dengan UMKM. Ia tak menampik, bahwa ada UMKM yang beroperasi dalam ranah Ekraf dan produknya berkaitan atau bercirikan Ekraf. “Tentu saja ada, tapi tak banyak,” ucapnya.
Politisi Partai Bulan itu, mengingatkan kepada penentu kebijakan bahwa Ekraf sejatinya memuara pada karya-karya kreatif, inovatif, dan kekayaan intelektual antara lain produknya.
Mengutip, John Howkins, pencetus Ekonomi kreatif sebagai suatu model ekonomi baru, menegaskan, ide dan gagasan adalah input dan outputnya.
“Lantas apa jadinya Ekraf tanpa lumbung ide dan gagasan-tanpa kantong-kantong komunitas, dan para kreatornya?,” tanya Sofyan mengutip konsep Model Ekonomi Baru-Ekraf, Jhon Howking.
Pegiat Komunitas Garasi Genta itu bilang, tanpa ide dan gagasan Ekraf dari komunitas dan kreator, itu sama saja bersemangat dan berbusa-busa membicarakan pendidikan tanpa memedulikan para guru, siswa, dan lingkungan sosial yang mendukungnya.
“Atau, kita fasih membicarakan kesehatan tetapi melupakan para dokter dan tenaga kesehatan lainya,” imbuhnya.
Menurutnya, Ekraf membutuhkan para kreator dan komunitas kreatif untuk membina lingkungan interaksi dialektis, lingkungan pembelajaran dan mutualitas antara secara bersama dengan para stakeholder Ekraf.
“Mereka, pemelihara "bufer" atau bahkan ekosistem kreativitas yang memungkinkan ide, pengetahuan, karya kreatif, inovasi bisa terus dibudidaya, diproduksi dan direproduksi, diapresiasi, dan pada level tertentu dapat bernilai ekonomis,” harapnya.
Namun, inkonsistensi yang menjurus ambigu masih tampak di tengah elit Pemda. Lihat saja Ekraf yang dibicarakan hingga berbusa-busa, tapi perencanaan kebijakan promotif pemerintah daerah di Maluku Utara, provinsi maupun kabupaten-kota, minim, sepi.
“Elit birokrasi di daerah ini, sepertinya mesti lebih krearif dan inovatif dalam hal ini,” tutupnya
Komentar