Kekerasan terhadap wartawan

Kronologi Wartawan Diusir Polisi Saat Meliput Demo Omnibus Law di Ternate

Ternate, Hpost - Kekerasan dan intimidasi, dilakukan sejumlah oknum Polisi terhadap Wartawan saat meliput demo mahasiswa terkait penolakkan Undang-undang Omnibus Law di depan Kantor Wali Kota Ternate. Wartawan yang mau mengambil dokumentasi saat Polisi menangkap salah satu mahasiswa massa diusir sejumlah Oknum Polisi.

Krologisnya, ketika wartawan hendak mengambil gambar dan video pada saat aksi, Selasa 20 Oktober 2020. tampak ada salah satu massa aksi yang ditangkap dan diamankan polisi dilantai dua Kantor Wali Kota Ternate.

Wartawan yang juga ikut ke lantai dua untuk kepentingan dokumentasi, dilarang oleh sejumlah oknum Polisi dan Polwan yang berjaga.

Salah satu oknum Polwan menolak untuk mendekat, kemudian berkata "tidak bisa mengambil gambar maupun video", lalu wartawan diusir turun.

Ketika menuruni anak tangga, spontan sejumlah oknum Polisi mendorong wartawan yang notabene sedang melakukan pekerjaan, sembari ID Card yang tergantung dileher.

Meski dalam insiden itu terdapat wartawan perempuan, namun sejumlah oknum Polisi tetap melarang. Hingga terjadi adu mulut, tarik-menarik dan aksi dorong.

Salah satu wartawan perempuan halmaherapost.com, Yunita Kadir menjadi korban dalam insiden tersebut.

Padahal dirinya sudah berteriak "ada wartawan perempuan", Namun hal itu tidak diindahkan. Alhasil, sejumlah oknum Polisi yang mendorong mengenai lengan dan bagian dadanya.

Tidak sampai disitu, salah satu oknum Polisi membentak wartawan dan berteriak dengan nada tanya "Ngoni pake undang-undang apa? - kalian pakai undang-undang apa?".

Kekerasan dan intimidasi terhadap wartawan, yang dilakukan aparat kepolisian melanggar aspek pidana dalam KUHP; pengeroyokan, penganiayaan dan intimidasi. Melainkan juga upaya penghalang-halangan kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam UU Pers nomor 40 tahun 1999.

Pasal 4 UU Pers mengatur bahwa pers nasional berhak mencari, memperoleh, mengolah, dan menyebarluaskan informasi.

Sementara pasal 18 mengatur bahwa, setiap orang yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik akan diancam pidana maksimal dua tahun penjara, atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Kabid Humas Polda Malut AKBP Adip Rojikan mengatakan, teman-teman pers harus memahami ada pembatasan ketika proses yang di tangani oleh pihak kepolisian tidak semuanya teman-teman wartawan bisa masuk dalam area masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan polisi.

"Kecuali di lapangan karena di lapangan itu tempat umum wartawan bisa meliput kalau dalam rangka penyelidikan dan penyidikan tolong beri kebebasan kepada polisi untuk melakukan tugasnya,"kata Adip

Adip menambahkan, tidak semuanya kebebasan pers itu semua bisa di masukin karena penugasan kepolisian itu ada sedikit perbedaan wartawan mencari informasi melakukan peliputan di lapangan sementara polisi melakukan penyelidikan dan penyidikan suatu perkara tindak pidana.

"Ketika sudah masuk di pengawasan polisi melakukan penyelidikan dan penyidikan tolong di hargai polisi jangan wartawan ngotot masuk padahal itu sudah masuk pada lingkup polisi," katanya.

Penulis: Awi
Editor: Firjal

Baca Juga