Air Bersih

Sejumlah Permasalahan di Tubuh PDAM, Ini Catatan Ombudsman untuk Pemkot Ternate

Ilustrasi

Ternate, Hpost - PDAM Kota Ternate dinilai menumpuk sejumlah persoalan, dalam tata kelolah pelayanan air bersih.

Deretan persoalan itu ditemukan berdasarkan kajian cepat (rapid assesmend), yang dilakukan dalam dua tahap yakni deteksi dini dan tahapan analisis.

Dalam proses distribusi air bersih, ditemukan empat hal penting. Pertama, air tidak mengalir dalam waktu lama. Kedua, persoalan kompensasi air yang tidak mengalir, bahwa PDAM wajib meyediakan kebutuhan air melalui cara lain apabila dalam waktu 1x24 jam, keluhan pelanggan tidak dapat dipenuhi. Ketiga, kebocoran pipa. Keempat, mengenai meteran Aair yang berusia 10 tahun namun tidak pernah diganti.

"Berdasarkan Perda Kota Ternate 28 tahun 2011 tentang pelayanan Air Minum PDAM, untuk meteren air diatas empat tahun dukungan teknik menyakut kualitas sudah tidak baik lagi, dan harus diganti" jelas Kepala Bidang Pencegahan Ombudsman Perwakilan Maluku Utara, Alfajrin Titahelu saat pertemuan pada kajian cepat Tata Kelola Pelayanam Air Bersih dengan Pemerintah Kota Ternate, Rabu 16 Desember 2020.

Ombudsman juga mencatat, pada 9 Oktober 2020 tidak ada responsif terhadap keluhan pelanggan, tidak ada tindaklanjut keluhan yang diterima oleh PDAM sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), tidak ada SOP baku di unit PDAM Pulau Hiri dan Pulau Moti, dalam penanganan keluhan dan aduan pelanggan berbeda dengan PDAM induk.

"Kita menemukan ada SOP nya, hanya saja tidak ada komponen standar terkait biaya pelayanan dan jangka waktu pelayanan," ujarnya.

Bahkan, terdapat 13 temuan yang ditemukan diluar dari konteks distribusi. Misalnya, PDAM Pulau Moti yang kantornya tidak berfungsi karena tidak ada listrik dan toilet, sehingga pelayanannya dialihkan ke Rumah Dinas salah seorang petugas.

Selanjutnya masih di daerah yang sama, di Kelurahan Tafaga masih ada pelanggan yang belum memiliki meteran air. Dan PDAM Pulau Moti juga memiliki tunggakan biaya sebesar Rp 70 juta, akibat dari banyak pelanggan nonaktif. Termasuk juga tunggakan pelanggan kategori Pemerintah sebesar Rp 1.287 ribu.

"Hal ini yang menjadi acuan, melakukan pengkajian capat yang berdasarkan aduan masyarakat. Terhitung 2018 sampai November 2020, yang terdapat 14 pemgaduan langsung dan 3 konsultasi ke Ombudsman," terangnya.

Pihaknya juga mencatat, sekitar 40 persen air yang terbuang akibat kebocoran pipa dan meteran air. Hasil Kajian ini, bertujuan untuk membantu kinerja PDAM Bukan menyalahkan.

Menanggapi hal itu, Direktur Utama PDAM Kota Ternate Abdul Gani Hattari menjelaskan, terkait pelayanan adakalanya tidak sempat disampaikan pemberitahuan ke pelanggan, jika terjadi gangguan pada jaringan. Karena proses pekerjaan perbaikan, memakan waktu cukup lama.

"Secara cepat kita mengatasi atau memperbaiki, sehingga tidak sempat lagi kita memberitahukan pada masyarakat, sehingga kadang-kadang SOP kita terganggu," jelasnya.

Persoalan meteran, sambung Gani, contohnya gaguan meteran di Kelurahan Kulaba. Yang pelanggan tidak pernah melaporkan hal itu, nanti ketika petugas ke lapangan, barulah diketahui ada masalah.

"Jadi karena miskomunikasi saja," tuturnya.

Sedangakan untuk Pulau Moti dan Pulau Hiri, sudah ada petugas yang ditetapkan pada masing-masing unit PDAM disana, untuk perlu diingatkan lagi supaya menindaklanjuti sejumlah persoalan yang ada disana.

Sebelum mengahiri pembicaraannya, Gani bilang akan menyelesaiakan temuan-temuan yang disampaikan Ombudsman tadi.

Kepala Ombudsman Perwakilan Maluku Utara, Sofyan Ali menambahkan, proses kajian cepat ini dikerjakan sejak Oktober hingga November 2020, dengan cara survei dan observasi serta temuan di lapangan, kemudian disandingkan dengan aturan yang berlaku.

"Kita lakukan proses mulai dari survei, observasi di lapangan kemudian mengkaji aturan-aturan, yang berkaitan dengan pengelolaan PDAM," imbuhnya.

Menurutnya, pertemuan ini untuk menyerahkan hasil dari kajian cepat pada Wali Kota dan PDAM Kota Ternate, untuk menindaklanjuti sejumlah persoalan yang dipaparkan sebelumnya.

Dengan penyampaian ini, Ombudsman tetap mengawal dan memonitoring sejauh mana tindak lanjutn mulai dari meteran, sistem distribusi air dan pengelolaan pengaduan.

"Artinya dengan kita serahkan rekomendasi hasil kajian ini, maka kurun waktu 14 hari untuk harus lakukan upaya perbaikan pada tiga poin tadi," pintanya.

Pihaknya berharap, hal ini menjadi perhatian Pemkot Ternate yang tidak boleh mengatakan keterbatas kemampuan dan anggaran, karena persoalan air merupakan salah satu dari kebutuhan utama masyarakat.

"Kalau seperti itu, apa yang perlu dilakukan terhadap masyarakat, maka perlu ada upaya terobosan yang harus dilakukan pemerintah." tegasnya.

Bahkan, Pemkot dan PDAM bisa melakukan pendataan meteran agar dapat mengidentifikasi, mana saja yang masih layak dan yang tidak layak harus diganti atau diperbaiki.

Asisten III Setda Kota Ternate, Thamrin Alwi menegaskan sesegera mungkin menyampaikan hasil kajian tersebut kepada Wali Kota Ternate Burhan Abdurahman.

Katanya, PDAM harus memiliki data Meteran Air dari jumlah total pelanggan kurang lebih sebanyak 31 ribu. Agar dapat mengetahui masa kelayakan, dan masalah bisa diselesikan dengan mudah.

"Rekomendasi ini akan ditindaklanjuti Pemkot secara bertahap," janjinya.

Sembari menambahkan, Pemkot tidak memungkiri adanya kelurahan masyarakat, terkait pelayanan oleh PDAM.

Hanya saja, struktur di PDAM harus bercermin dengan cara kerja PLN yang memiliki unit tersendiri.

"Misalnya, khusus menangani gangguan-gangguan terhadapa keluhan atau pengaduan yang masuk," pungkasnya.

Penulis: Red
Editor: Awi

Baca Juga