Pariwisata

Solusi Membangkitkan Pariwisata Maluku Utara, Ekowisata dan Kolaborasi Ekosistem

Nelayan mengemudikan peruhu melintasi Pulau Galo-galo Kecil, Kabupaten Pulau Morotai, yang pernah menjadi tempat menginap Grup Band Slank || Fotografer: Layank/Hpost

Pentingnya Konsep dan Penguatan Pemasaran

Sementara itu, Beatly Tagulihi dosen pariwisata Universitas Khairun Ternate mengatakan, DMO menjadi sangat penting karena menyangkut tata kelola pariwisata daerah ini.

“Banyak daerah saya datangi untuk pelatihan pariwisata di Maluku Utara. Ini cara meningkatkan SDM mereka  mengelola destinasi wisata,” ujar Betly.

Butuh penguatan bagi pengelola destinasi yang ada. Rata-rata wisatawan menginginkan ada sesuatu yang baru. Jika ada penguatan maka mereka akan menyajikan sesuatu yang lebih menarik bagi wisatawan.

Misalnya, kata dia, membuat konsep yang menarik atau inovasi dengan kolaborasi. Sekarang yang perlu dipikirkan pengelolaan pariwisata sebelum dan setelah pandemi COVID-19. Terutama dalam hal pelayanan

Baca juga:

Pemda Halmahera Barat Akan Bandingkan Manfaat Pariwisata dengan Yogjakarta

Sofyan Ansar dari Generasi Pesona Indonesia (GENPI) Malut menuturkan, sangat perlu forum promosi dan pemasaran pariwisata. Keindahan alam Malut masih bisa bersaing di tempat lain.

“Butuh peningkatan kapasitas pengelolaan destinasi wisata,” katanya.

Setelah COVID-19,  kampanye sadar wisata juga penting. Ambil contoh di Bali. Ada Kelompok Sadar Wisata   (POKDARWIS).  Malut juga minim iven daerah mendorong pariwisata.

Sementara Dosen Arsitek Fakultas Tekhnik Universitas Khairun Mualana Ibrahim menganggap  ada persoalan yang perlu segera diselesaikan di dalam mengembangkan destinasi wisata di Kota Ternate. Yakni berhubungan dengan dokumen Tata Ruang. Terutama dokumen RTRW dan dokumen Rencana Induk Pariwisata (RIPDA).

“Sederhana saja rumah dan pemukiman di Ternate,  harus dibatasi area terbangunnya. Batasnya sampai di mana.  Perlu dibuat batasan yang jelas, lalu masyarakat  diedukasi agar tidak merusak alam. Tujuannya tidak ada lagi masalah seperti  terjadi di Taman Love Puncak Moya saat ini. Dari sisi arsitektur jadi masalah baru. Ketika jalan terbuka Moya Buku Bendera lahan kavling mulai ramai dijual. Jadi perlu ada aturan yang mengatur.

Abdul Gani dari LSM Gerbang Desa, Tomolou Tidore bercerita soal fokus mereka dengan  sampah di Kelurahan Tomolou. Dalam dua tahun ini aksi nyata mereka menggerakan penanganan sampah berbasis masyarakat.

Ada 512  ton sampah diangkut dalam tahun 2019 2020. Kampung dengan 3200 jiwa 628 rumah itu dalam sebulan menghasilkan 23 ton sampah. Saat ini mereka keterbatasan sarana pengelolaan.Nanti pengelolaan sampah  mereka dari konvensional akan berbasis online.

Baca juga: 

Kampung Nelayan Tomalou Pontesial Didorong Menjadi Museum

Tekait pariwisata mereka berusaha mengelola tempat wisata baru di puncak Tomolou. Festival Tomolou 2020 lalu adalah ending dari mengawali mengelola sampah laut di Kelurahan Tomolou.

“Kami inginkan festival Tomolou yang mengeksplore laut dan membuat konsep wisata pegunungan dengan memanfaatkan rumah kebun yang ada bisa menjadi destinasi wisata di Tidore,” katanya.

Irfan Ahmad, dosen Sejarah Universitas Khairun Ternate mengatakan, untuk wisata sejarah yang menjadi kekayaan Ternate sejauh ini belum dikelola secara baik. Benteng misalnya, punya kaitan dengan cengkeh afo. Kalau ke cengkeh afo keterkaitannya dengan benteng di dalam kota. Apalagi saat ini telah diresmikan hari rempah di mana asal mulanya dari Malut.

“Kenapa cengkeh, karena wisata sejarah itu narasinya harus kuat. Wisatawan mengunjungi benteng sekarang ini tidak mendapatkan apa apa. Mereka tak memperoleh  pengetahuan. Datang  mau melihat kejayaan mereka di masa lalu. Karena itu kita sepakat dulu ke depannya mau dibuat apa. Belum lagi kekayaan megalitik yang juga banyak di Maluku utara. Perlu pembentukan Pokja pemulihan pariwisata Maluku Utara,” usulnya.     

Selanjutnya 1 2 3 4
Penulis:
Editor: Rajif
Photographer: Firjal

Baca Juga