Perusahaan

3 Sub Kontraktor PT IWIP Belum Terdaftar Wajib Pajak di Halmahera Tengah

Ketua Komisi II DPRD Halmahera Tengah, Ahlan Djumadil. || Foto: Risno Hamisi/Hpost

Weda, Hpost – Tiga perusahaan sub-kontraktor PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) yang beroperasi di Kecamatan Weda Tengah, belum terdaftar wajib pajak di Halmahera Tengah, Maluku Utara.

Sub kontraktor tersebut yakni PT Sinar Terang Mandiri (STM), PT Manado Teknik Mandiri (MTM), dan PT Sejahtera Mulia Abadi (SMA).

Hal ini ditemukan Komisi II DPRD Halmahera Tengah (Halteng) saat menggelar rapat dengan Badan Pendapatan Daerah, serta tiga sub kontraktor PT IWIP tersebut di Aula Rapat DPRD Halteng.

“Ketiga vendor ini belum terdaftar wajib pajak di Halteng, baik perorangan maupun sebagai badan,” ungkap Ketua Komisi II DPRD Halteng, Ahlan Djumadil, Kamis 18 Februari 2021.

Termasuk makan-minum yang dikelola sendiri. “Tapi mereka beralasan bahwa bahan-bahan makanan perusahaan diperoleh di Halteng,” katanya.

Baca juga: 

Hak Pekerja Perusahaan Sub Kontraktor di PT IWIP Dikebiri

PT IWIP Didesak Percepat Perjanjian Kerja Sama untuk Pekerja

PT IWIP Sudah Serap 11.403 Pekerja, TKA 14,61 Persen

Ahlan bilang, keberadaan sejumlah perusahaan di Halteng yang mulai merekrut karyawan dan melakukan aktivitas untuk mengeksplorasi sumber daya alam, harus mendapat perhatian serius dari pihaknya.

Karena operasional perusahaan berimplikasi pada kewajiban yang harus dipatuhi oleh perusahaan, terutama membayar pajak dan retribusi untuk daerah.

“Tiga perusahaan ini baru beberapa bulan beroperasi di Halteng, sehingga Komisi II berkepentingan mengidentifikasi potensi kewajiban pajak. Terutama Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23, 24, 25 dan Pasal 29," jelasnya.

Dengan demikian, Ahlan berpendapat, untuk makan-minum harus dikelola pihak ketiga, terutama masyarakat sekitar untuk ikut berpartisipasi dalam kerjasama berupa restoran cattering.

“Kalau makan-minum di perusahan dikelola sendiri, maka daerah akan kehilangan pendapatan. Bayangkan saja, hasil pendapatan laporan dari PT. SMA perbulan itu Rp 800 juta,” katanya.

Hitungannya, jika ini dikontrakkan ke pihak ketiga, sedangkan pajak restoran sesuai perda, maka daerah kehilangan pendapatan sekira 10 persen. “Sementara, ada puluhan sub-kontraktor di PT IWIP,” katanya.

Menurut dia, ini harus dikoordinasikan oleh pemerintah daerah dan DPRD. “Supaya kita tidak kehilangan sumber pendapatan asli daerah," tandasnya.

Selain persoalan pajak, sub kontraktor di PT IWIP menggunakan sumber listrik sendiri. “Kalau begitu perusahaan wajib bayar PPJ non-PPN,” katanya, sembari menyebut Komisi II dan Dinas Pendapatan Daerah akan turun mengukur kapasitas mesin.

Dia menjelaskan, kewajiban perusahaan ke negara, misalnya pajak badan PPH 21, perusahaan menyetor pajak penghasilan perorangan. Namun pada posisi ini, daerah rugi. “Karena berkaitan dengan bagi hasil dari negara ke daerah,” katanya.

Alasan daerah merugi karena perusahaan membayar menggunakan kantor pusat. Sementara, di NPWP masing-masing pekerja. “Kalau seperti itu kita dapat apa di daerah," tandasnya.

Solusinya, lanjut Ahlan, seluruh NPWP karyawan harus dilaporkan ke kantor pajak setempat, dan ketika waktu pembayaran pajak, maka bagi hasil dari negara bisa kembali ke daerah.

“Sehingga di DBH pajak 21 dan pajak-pajak lain itu bisa bertambah di tahun yang akan datang. Jadi rapat ini bukan hanya tiga sub-kontraktor saja, tapi akan ada jadwal untuk sub kontraktor lain," tutupnya.

Penulis: Risno Hamisi
Editor: Nurkholis Lamaau

Baca Juga