Pemerintahan
Bikin Petisi, Minta Wali Kota Ternate Copot Kasatpol PP
Ternate, Hpost – Sejumlah anggota Satpol-PP, pada Kamis 18 November 2021, menemui Wali Kota Ternate, Maluku Utara, M Tauhid Soleman, meminta agar mencopot Fhandy Mahmud dari jabatan Kepala Satpol PP (Kasatpol-PP).
Kedatangan tersebut selain menyampaikan aspirasi, mereka juga membawa petisi soal kepemimpinan dan kebijakan yang sering diambil Kasatpol PP.
Setidaknya ada beberapa poin tuntutan anggota Satpol PP, di antaranya soal pembagian pakaian dinas. Kasatpol PP memerintahkan untuk tanda tangan daftar penerimaan pakaian, tetapi ada yang tidak menerima pakaian dinas. Pembagian pun tidak merata dan hanya untuk anggota tertentu.
Mereka mengaku tidak dilibatkan dalam berbagai kegiatan operasi Yustisi, Patroli COVID-19, pengamanan STQ dan masih banyak lagi kegiatan.
Mereka menyebut Kasatpol PP diduga terindikasi korupsi dan kolusi, baik soal honorarium Pos Vital, honorarium Linmas, serta terkait penerimaan PTT tahun 2020.
Baca Juga:
Para anggota itu juga menyebut Kasatpol PP sangat nepotisme. Hal itu karena saudaranya yang tidak pernah masuk kantor selama bertahun-tahun tetapi menikmati gaji dan honorarium kesejahteraan.
Mereka meminta Wali Kota Ternate untuk segera memanggil, memeriksa, dan mencopot Kasatpol PP.
Menanggapi tuntutan anggota Satpol PP, Wali Kota Ternate, M Tauhid Soleman, berjanji akan menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan anggota Satpol PP.
Ia memastikan tuntutan anggota Satpol PP akan dilakukan sesuai prosedur dan tahapan-tahapan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
"Saya sudah mendengar dan melihat apa yang menjadi tuntutan bapak/ibu, saudara/saudari sekalian, tentu ini menjadi perhatian, ada mekanisme dalam memutuskan masalah ini, yang pasti akan ditindaklanjuti," kata Tauhid di hadapan anggota Satpol PP.
Terpisah, Kasatpol PP Ternate, Fhandy Mahmud, saat menanggapi hal itu, mengatakan untuk aspirasi itu semuanya tidak benar, karena dari beberapa poin yang disampaikan semua ditanggani pada masing-masing kepala bidang yang ada di kantor Satpol-PP.
Ia bilang, di kantor Satpol-PP semua terdata 300 orang dan dari jumlah ini sudah dibagikan pada pos sesuai bidang yang ada.
Namun, untuk persoalan aspirasi yang disampaikan, kata Fhandy, seharusnya koordinasi dengan bidang masing-masing, sehingga tidak terkesan menebar fitnah.
Ia menjelaskan, untuk poin-poin dalam petisi, pada kondisi pandemi ini, semua anggaran terbatas sehingga banyak kegiatan yang tidak berjalan. Anggaran yang terbatas itu membuat uang insentif juga tidak ada.
Sementara untuk keterlibatan personel Satpol-PP untuk penertiban COVID-19, itu merupakan permintaan dari Satgas COVID-19. Dan kepala bidang yang akan memilih personel yang aktif untuk dilibatkan, hal yang sama juga untuk pengamanan STQ.
"Saya hanya mengarahkan mereka, soal penempatan mereka di lapangan, ketika ada permintaan personel dari instansi maupun lainnya itu kepala bidang yang akan memilih personel yang aktif, dan itu sudah sesuai penilaian jadi jangan mereka tebar fitnah seharusnya mereka koordinasi," katanya.
Ia menyampaikan, soal pembagian pakaian dinas pada tahun 2020 yang hanya untuk anggota tertentu, menurutnya tidak benar. Ia mengaku, pagu anggaran pakaian dinas tidak mencukupi untuk semua anggota yang berjumlah 300 lebih. Sehingga pengadaan itu hanya dikhususkan untuk PNS.
Soal honorarium, ia menyebut semua honorarium dikirim melalui rekening penerima atau melalui pejabat pengguna anggaran, seperti Kabid Objek Vital.
"Laporan yang masuk ke saya dari bawah itu mereka semua terima, dan selama ini masuk ke rekening PPTK," ungkapnya.
Kemudian tuduhan terkait keuntungan melalui perekrutan Satpol PP pada 2020 lalu, Fhandi mengaku, perekrutan tersebut tidak dilakukan oleh Satpol PP tetapi melalui BKPSDM.
"Justru mereka harus berkaca apakah selama ini mereka melaksanakan tugas dengan baik atau tidak. Jadi saya juga merasa agak aneh ada petisi dan pelaporan ini, yang pasti saya siap menghadapi ini," ucapnya.
Terpisah, Kabid Ketertiban dan Ketentraman (Tibum) Satpol-PP Ternate, Hasan Samal, menyebut pihaknya menanggapi salah satu petisi pengamanan untuk objek vital, dimana dari jumlah personel yang ditempatkan di objek vital sebanyak 75 orang.
Dari jumlah ini sudah terdaftar mana yang aktif dan yang tidak, dimana mereka ditempatkan pengamanan mulai dari kediaman Wali Kota, Wakil Wali Kota, kantor wali kota serta beberapa pos lainnya.
Untuk insentif mereka sebesar Rp220.000 per bulan. Ini dibayar berdasarkan data personal yang aktif sehingga ditempatkan ke pos pengamanan objek vital.
"Jadi uangnya itu dikirim ke rekening saya baru saya buat daftar kemudian dibagikan ke mereka masing-masing dan itu sudah disesuaikan dengan anggaran, jadi kalau mereka bilang tidak mendapatkan insentif berarti itu personel yang tidak aktif karena saya bayar berdasarkan data," tutup Hasan.
Komentar