Kekerasan Seksual

Maluku Utara Darurat Kekerasan Seksual, Perempuan Masih Rentan

Refleksi Hari Hak Asasi Manusia (HAM) tahun 2021 di Maluku Utara. || Foto: Rian/JMG

Ternate, Hpost - Angka kekerasan seksual di Maluku Utara sepanjang 2021 sebanyak 104 kasus. Angka tersebut tidak termasuk yang belum dilaporkan dan terdata oleh Polda Maluku Utara. Data juga menunjukan perempuan masih rentan menjadi korban.

Hal itu terkuak dalam dialog Hari Hak Asasi Manusia (HAM), di Paddock Cafe, Kelurahan Mangga Dua, Ternate Selatan, yang diselenggarakan oleh Aliansi Masyarakat Sipil Maluku Utara pada Jumat 10 Desember 2021.

Juru bicara aliansi, Erni Abdul Haji dari komunitas Nyinga Laha mengatakan berdasarkan laporan yang diterima Polda Malut serta jajaran Polres di Maluku Utara dengan periode Januari-Agustus tahun 2021 terdapat 104 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan.

"Angka tersebut tentu saja tidak termasuk kasus kekerasan seksual yang tidak terlaporkan," ucap Eni.

Eni bilang, ada satu kasus yang mengusik rasa kemanusiaan, yakni kasus pemerkosaan yang terjadi di bulan September lalu, terhadap salah satu anak perempuan di Halmahera Tengah, dan mengakibatkan terjadinya infeksi organ reproduksi dan saturasi oksigen berkurang hingga berakhir pada kematian

“Oleh sebab itu tujuan dari kegiatan ini untuk saling berbagi situasi kasus kekerasan seksual di Maluku Utara, dan juga meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya upaya penghapusan kekerasan seksual dan pemenuhan hak penyintas,” katanya.

Baca juga: 


Unkhair Bakal Bentuk Satgas Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus


Polres Kepulauan Sula Tangani Puluhan Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak

“Selain itu kita juga mendorong keterlibatan masyarakat dalam penghapusan kekerasan seksual dan mengajak media sebagai mitra strategi melalui pemberitaan berprespektif korban,” pungkasnya.

Perempuan Masih Rentan

Sementara itu, Direktur LSM Daulat Perempuan Maluku Utara (Daurmala), Nurdewa mengungkapkan, kasus kekerasan di Maluku Utara telah mencapai 79 persen dan didominasi perempuan sebagai korbannya

“Dalam persoalan kekerasan seksual itu, tidak bisa diselesaikan secara damai, apalagi karena motifnya uang,” katanya. menambahkan, kasus kekerasan terhadap perempuan ini terjadi sudah sejak lama, setelah meredamnya konflik horizontal di Maluku Utara, seperti human trafficking, kemudian kekerasan seksual, dan kekerasan terhadap anak.

“Salah satunya itu peristiwa yang menimpa sosok perempuan asal Halmahera Utara, berjuang menuntut pertanggung jawaban karena dihamili oleh oknum aparat BKO waktu itu. Nahasnya perempuan tersebut meninggal dunia saat mencari sang oknum ke pulau jawa,” pungkasnya.

Sekadar diketahui, dalam dialog tersebut juga menyepakati sejumlah sikap bersama, di antaranya, meminta pemerintah daerah membuat kebijakan atau regulasi tentang hak-hak pemenuhan penyintas/korban, menyediakan akses layanan berprespektif korban yang merata mulai dari desa sampai ke provinsi, hentikan praktik stigma, reviktimisasi dan penghakiman terhadap korban/penyintas kekerasan seksual dalam mengakses layanan penanganan.

Selanjutnya, memberikan dukungan yang seluas-luasnya terhadap korban kekerasan seksual ke semua gender dan orientasi seksual, hentikan praktik penangan kasus kekerasan seksual secara kekeluargaan, hentikan penggunaan narasi untuk mengobyektifikasi korban kekerasan seksual, memberikan edukasi seksual dan kesehatan reproduksi secara dini, dan segera sahkan RUU penghapusan kekerasan seksual (RUU-PKS).

Penulis: RHH
Editor: Firjal Usdek

Baca Juga