Perkara
Telaah Dewan Pers atas Kasus Kekerasan terhadap Nurkholis di Tidore
Ternate, Hpost – Indeks kemerdakaan pers, keterbukaan informasi, hingga kasus kekerasan terhadap jurnalis yang menimpa redaktur cermat Nurhkolis Lamaau, di Tidore, Maluku Utara, menjadi perhatian Dewan Pers.
Karya jurnalistik Nurkholis Lamaau bertajuk “Hirup Debu Batu Bara Dapat Pahala” yang sebelumnya diterbitkan di cermat.co.id pada 31 Agustus 2022 terpaksa diturunkan oleh Nurkholis sendiri malam itu juga, karena mendapat tekanan dari orang dekat Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan, yakni Usman Sinen.
Kata Usman, kepada Nurkholis, artikel tersebut mengganggu kepentingan politik Wakil Wali Kota Tidore, Muhammad Sinen pada 2024.
Sementara, Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan, Muhamad Sinen, ketika dikonfirmasi pada Jumat, 02 September 2022 mengatakan, ia sempat datang ke SKPT Polres Tidore kepulauan lalu menanyakan ke Nurkholis kenapa menulis opini begitu. Bahkan, ia mengatakan, wartawan tidak boleh menulis opini.
Sementara Ninik Rahayu, salah satu anggota Dewan Pers mengatakan, opini adalah karya jurnalistik. Selain itu, masih banyak kasus pembredelan yang terjadi termasuk di Maluku Utara.
"Misalnya menulis opini. Opini itu kan karya jurnalistik seperti tajuk dan lain-lain. Yang tidak boleh itu buat berita berisi opini," ujar Ninik, dalam panggung kalibata bergerak, pada Sabtu 10 September 2022, melalui video zoom.
Menurutnya, jika opini Nurkholis tidak sesuai harapan, maka sumber yang ditulis memiliki hak jawab. "Tidak boleh ada pemukulan," tandasnya.
Selain itu, Ninik juga membahas berbagai bentuk intimidasi hingga kekerasan yang menimpa jurnalis di Indonesia yang menjadi perhatian Dewan Pers.
Baca Juga:
Kasus Pemukulan Wartawan, Ketua DPD PDIP Maluku Utara Dipolisikan
Aji Ternate: Pernyataan Wakil Wali Kota Tidore Soal Kekerasan Jurnalis Beda-beda
Kecam Kekerasan Terhadap Nurkholis, BEM Unkhair: Penguasa Jangan Alergi Kritik
Katanya, sampai saat ini, kekerasan terhadap jurnalis masih terus berlangsung. "Mestinya hal seperti itu tidak boleh terjadi," ucap Ninik.
Ninik bilang, proses hukum yang dialami jurnalis selalu berjalan lama dan itu yang sedang diperjuangkan Dewan Pers.
"Kasus Nurhadi dan Nurkholis adalah bagian dari perjuangan kita, dalam mewujudkan kemerdekaan pers sebagai salah satu pilar demokrasi," ujarnya.
Ia mengungkapkan, dalam indeks kemerdekaan pers (IKP) di 2022, terjadi sedikit peningkatan. "Tipis sekali dibanding tahun lalu," katanya.
Menurutnya, catatan ini tidak boleh dilupakan. Sebab, peristiwa kekerasan terhadap jurnalis menjadi fakta yang belum menunjukkan upaya perbaikan di beberapa tahun terakhir.
"Jumlah kekerasan yang dilaporkan sejumlah organisasi,ada penurunan di 2021. Tapi bukan berarti tingkat ancaman tidak akan terjadi," ujarnya.
Contohnya, kata Ninik, IKP di Provinsi Papua Barat, Maluku Utara, dan Jawa Timur berada di angka terendah.
"Jadi pas banget dengan kasus yang menimpa Nurkholis di Maluku Utara dan Nurhadi di Jawa Timur," tuturnya.
Peristiwa kekerasan terhadap jurnalis Tempo pada 2021, menjadi satu pertimbangan informan ahli dalam menilai IKP di Jawa Timur, sebagai provinsi dengan IKP rendah.
Di Maluku Utara, kata Ninik, masih ada upaya sensor isi berita dari pihak yang berkepentingan, baik birokrasi dan lain sebagainya.
Komentar