Pertambangan

Janji Belum Ditepati, Perusahaan Tambang di Halmahera Tengah Bikin Ulah Lagi

Longsor di desa Fritu, Kecamatan Weda Utara, Kabupaten Halmahera Tengah, akibat pembuatan jalan PT Bhakti Pertiwi Nusantara beberapa waktu lalu || Foto Eno/Hpost

Weda, Hpost - Perusahan tambang PT. Bhakti Pertiwi Nusantara yang beroperasi di Desa Fritu Kecamatan Weda Utara Kabupaten Halmahera Tengah kembali membuat ulah. Perusahan tersebut merusak tanah dan tanaman milik warga lingkar tambang.

Sebelumnya, PT BPN ini sudah setahun menjanjikan Bus Sekolah untuk kepentingan masyarakat  lingkar tambang tetapi hal ini belum juga direalisasikan, namun saat ini PT BPN kembali membuat masalah baru lagi dan tidak mau bertanggung jawab.

Salah satu warga Desa Fritu Kecamatan Weda Utara, Bernard Chino kepada media mengatakan PT. BPN yang saat ini beroperasi di Desa Fritu itu telah merusak tanah dan tanaman milik warga. Sudah merusak  kemudian tidak mau bertanggung jawab karena berasalan itu adalah kawasan hutan, sedangkan di sepanjang jalan itu ada kebun warga.

"PT. BPN tidak mau bertanggung jawab dengan apa yang mereka lakukan sehingga tanaman kita kena imbasnya, Kelapa, Pala, Kayu Jati dan Coklat jadi korban. Kemudian banyak alasan yang membuat masyarakat bingung, padahal penggusuran jalan yang mereka lakukan mengakibatkan longsor yang menutup lahan warga bahkan tanaman kita yang ada disekitar situ," jelasnya.

Pihaknya sudah menemui perusahan. Namun perusahan hanya tinggal diam saja seakan-akan perusahan tidak berbuat salah.

"Kami sudah menemui perusahan berulang kali tetapi tidak di respon maka kami langsung menemui wakil rakyat, semoga pertemuan dengan wakil rakyat hari ini untuk mendengar keluhan kita dan menindaklanjuti ke perusahan. Dan kami meminta DPR untuk meninjau langsung agar supaya pihak perusahan tidak banyak alasan lagi," harapnya.

Terpisah, Komisi III DPRD Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Munadi Kilkoda usai melakukan pertemuan dengan beberapa warga Desa Fritu mengatakan, kebun atau tanah yang dikelola masyarakat itu adalah hak wilayahnya yang dimiliki masyarakat adat Fritu. Lahan itu dikelola jauh sebelum perusahan melakukan kegiatan penambangan di lokasi tersebut.

Tanah dan kebun ini adalah sumber kehidupan untuk menghidupi masyarakat itu setiap hari. Tetapi langkah perusahan dengan membuat jalan telah berdampak buruk kerbun warga akibat longsor.

"Ini satu perbuatan kejahatan yang luar biasa, yang dilakukan tanpa ada satu proses yang disebut dengan mengkomunikasikan urusan itu ke masyarakat terlebih dahulu. Mestinya datangi masyarakat untuk membicarakan bahwa dia akan gunakan wilayah itu, itu tidak dilakukan dan dia langsung melakukan penggusuran sehingga berefek pada tanaman dan kebun warga itu tercemar karena material yang dihasilkan itu menutupi kebun warga," jelas Sekertaris Komisi III DPRD Halteng, Munadi Kilkoda.

Proses ganti rugi yang itu memang tidak dilakukan lagi oleh perusahan kemudian beralasan status kawasan itu adalah kawasan hutan, itu juga satu alasan yang tidak logis untuk bisa diterima.

Secara institusi oleh DPR, kata dia, itu alasan yang dibuat-buat oleh perusahan untuk menghindari tanggung jawab ganti rugi

"Status kawasan hutan itu bagi masyarakat mereka tidak tau kawasan lindung atau hutan konservasi, apalagi status di situ hanya hutan produksi belum tentu juga lahan-lahan yang kena dampak itu semuanya masuk kawasan hutan, pasti ada sebagian yang masuk Areal Penggunaan Lain atau APL itu," ungkapnya.

Munadi yang juga ketua PW AMAN Malut, menegaskan, perusahan itu tidak bisa menggunakan alasan itu untuk menghindari tanggung jawab. Perusahan tetap harus melaksanakan tanggung jawab ganti rugi, karena masyarakat menjadi korban dari kebijakan tersebut..

Perusahan harus dituntut untuk bisa melakukan proses ganti rugi, berapa besar itu nanti diukur volume di lapangan, Berapa jenis tanaman dan sebagainya.

"Hasil pertemuan dengan masyarakat, DPR pada prinsipnya komisi III akan bicarakan dengan komisi I yang membidangi urusan pertanahan,” ucapnya.

Oleh karena itu, komisi I dan Komisi III akan ketemu untuk membicarakan kelanjutan untuk bisa mengambil langkah selanjunya.

“Apakah turun dilapangan langsung ataukah memanggil pihak-pihak terkait yakni pemerintah maupun pihak perusahan untuk meminta penjelasan terkait kasusu ini, tetapi memang akan dibicarakan lebih riilnya akan turun ke lapangan.”

Penulis: Eno
Editor: Red

Baca Juga