Pertambangan

Bahaya Galian C Masih Mengintai Warga Tobololo Ternate

Aktivitas galian C di kelurahan Tobololo, Ternate Barat, Kota Ternate, Maluku Utara. || Foto: Tim JMG

Ternate, Hpost – Raungan suara mesin excavator terdengar gahar. Mesin penggeruk tanah itu terus menggali barikade bukit yang membentang di Kelurahan Tobololo, Ternate Barat, Kota Ternate, Maluku Utara.

“Warga di RT 003/RW 002 yang paling terdampak,” ungkap Rian Hidayat, pemuda Tobololo yang cukup getol menyuarakan penolakan aktivitas galian tersebut.

Seperti yang terlihat pada dinding rumah milik Hasan, warga lingkungan RT 004/RW 002. Tampak garis retak yang diduga akibat getaran dari aktivitas galian, merambah di beberapa titik. "Ini sudah hampir dua tahun. Sebelum (ada galian) tara (tidak) begini," katanya.

Dinding rumah milik Hasan, warga lingkungan RT 004/ RW 002, Kelurahan Tobololo, tampak retak di beberapa sudut, diduga akibat getaran yang ditimbulkan dari aktivitas galian. || Foto: Tim Hpost

Rumah Hasan berdekatan dengan lokasi galian milik Haji Rustam. Hasan mengaku sudah pernah menyampaikan persoalan ini ke pihak kelurahan. "Katanya nanti pemilik galian yang perbaiki. Tapi hampir satu tahun ini belum ditindaklanjuti," katanya.

Halmaherapost.com sempat menyambangi lokasi itu pada Jumat 19 Februari 2021. Hampir semuanya beroperasi tepat di belakang wilayah permukiman warga.

“Ada empat lokasi galian C di sini,” ucap Lurah Tobololo, Bakar Kasim, saat dikonfirmasi Halmaherapost.com lewat sambungan telepon, Minggu 20 Februari 2021.

Keempat usaha itu dikelola oleh Haji Rustam Hi. Habib yang sudah beroperasi sejak 2016. Kemudian Haji Kafrawi, bekerja sama dengan Umran Drakel, yang sudah hampir setahun lebih.

Lalu Haji Daeng Sila yang baru tiga bulan beroperasi, serta CV. Nebu milik Dewantara H. Amin sebagai pendatang baru yang terhitung hampir 2 pekan aktif menggali.

“Untuk Haji Rustam sementara urus perpanjangan. Kalau Daeng Sila masih dalam proses permohonan izin di DLH (Dinas Lingkungan Hidup) dan PUPR,” kata Bakar.

Galian milik Daeng Sila mencaplok lahan 50 x 40 atau kurang lebih seluas 200 meter. “Mungkin perusahaan sudah kantongi rekomendasi dari DLH,” ucap Bakar menduga.

Bekas kerukan di areal galian C Kelurahan Tobololo, Ternate Tengah, Kota Ternate, Maluku Utara. || Foto: Tim Hpost

Namun Bakar sendiri belum mengantongi dokumen rekomendasi tersebut. “Daeng Sila belum serahkan dokumennya ke saya. Tapi kalau Haji Kafrawi atas nama Umran Drakel itu ada (rekomendasi),” tambahnya.

Menanggapi kritik sebagian warga terkait aktivitas galian yang mengarah ke kepemilikan Daeng Sila, Bakar membantah. “Galian itu atas permintaan pemilik lahan untuk membangun rumah dan warga setuju. Jadi bukan galian C,” katanya meluruskan.

Menanggapi pertanyaan Halmaherapost.com bahwa persoalannya, material hasil galian dijual. Bukankah itu mengarah pada kategori pertambangan non-logam ? Bakar mengaku, “iya. Pasti akan mengarah ke situ (komersialisasi) juga, hehe.”

Sekitar dua tahun lalu, setelah area perbukitan di lingkungan Tobololo aktif digali, pihak kelurahan turut keciprat income dari dua perusahaan. Bahkan tarifnya ditentukan sendiri oleh pihak kelurahan.

“Kalau Haji Rustam Rp 3 juta per-tahun. Karena luas area pengkapilkannya kecil. Sedangkan Haji Kafrawi Rp 5 juta per-tahun,” ungkap Bakar.

Baca juga: 

Diduga Tanpa Izin, Aktivitas Galian C di Kali Gowonle Halteng Dikeluhkan Warga

Diduga Tanpa Izin, Pelaku Galian C di Kali Gowonle Halmahera Tengah Akan Ditindak

Alarm Bahaya Hutan Halmahera

Duit – duit itu digunakan untuk membayar tunjangan hari raya ke-20 orang staf kelurahan, 9 orang RT/RW, 15 orang Badan Sara atau pengurus agama di masjid, serta pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Tobololo.

Namun pernyataan Bakar soal rekomendasi penambangan terhadap Daeng Sila di Tobololo dibantah Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Ternate, Tonny S. Pontoh. “Belum ada,” tegas Tonny kepada Halmaherapost.com.

Bahkan ia mengaku belum mengecek di lapangan. “Kalau Umran Drakel sudah. Untuk Haji Rustam masih proses. Hari ini akan dikeluarkan surat pengantian kalau dia (Haji Rustam) tidak segera selesaikan. Dan waktunya 14 hari,” katanya.

Ia menjelaskan, aktivitas galian yang berlangsung di Tobololo masuk dalam kategori penggarukan. “Itu dalam Peraturan Presiden (PP) Nomor 38. Jadi tidak ada galian (C),” katanya.

Soal income yang masuk ke pihak kelurahan, Tonny bilang, itu bukan urusan DLH. “Tugas kami adalah mengecek dan menyesuaikan, apakah itu masuk kategori galian C atau penggarukan. Jadi diperkuat di PP Nomor 38,” katanya.

Persoalannya, DLH tidak secara gamblang mengkroscek di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu terkait item – item apa yang diajukan untuk memperoleh izin usaha. “Karena masing-masing punya kewenangan,” katanya.

DLH, kata Tonny, lebih pada aspek lingkungan. Sedangan penataan ruang di PUPR. “Nanti saat proses baru masuk ke kita di DLH. Jadi kita terakhir,” tuturnya.

Menurut dia, jika izinnya adalah penggarukan, lantas ketika di lapangan keluar dari ketentuan yang disepakati, maka itu menjadi tugas kepolisian. “Untuk langkah penindakan,” tandasnya.

Persoalannya, perusahaan beroperasi melampaui izin atau rekomendasi. Tapi lagi-lagi, Tonny bilang itu kewenangan kelurahan untuk menghentikan. “Karena mereka yang punya wilayah,” katanya.

Selain itu, kelurahan juga harus mengeluarkan Surat Keterangan Usaha (SKU). “Kalau SKU juga tidak ada, kita tidak bisa proses izinnya. Dan sampai sekarang belum ada,” jelasnya.

Tumpukan material hasil galian C di Kelurahan Tobololo, Ternate Barat, Kota Ternate, Maluku Utara. || Foto: Tim Hpost

Sementara, surat yang dikeluarkan pihak kelurahan adalah: Surat Keterangan Tidak Sengketa Nomor: 593/10/11/2021, yang diperuntukkan untuk Fihir Cihuda selaku pemilik lahan.

Pada akhirnya, pada Minggu 21 Februari 2021 sekira pukul 10.00 WIT, DLH menghentikan aktivitas galian C pada tiga titik lokasi di Tobololo. “Saya mau mereka buat surat permohonan ke kita dengan dasar-dasar apa,” ucap Tonny.

Tonny berpendapat, meskipun perusahaan sudah mengantongi site plane tata ruang wilayah dari PUPR, namun dari aspek lingkungan harus ada izin DLH. “Dan sampai saat ini tidak ada,” ungkapnya.

Mestinya, ketika urusan tata ruang selesai, perusahaan bersurat ke DLH tentang maksud dan tujuan permohonan izin. “Dari situ tim kami turun cek, tes dan uji kelayakan. Apakah sesuai atau tidak,” katanya.

Apalagi jika kegiatannya berdampak pada lingkungan. Tak perduli perusahaan berdalih ada persetujuan warga dan pemerintah kelurahan soal pemerataan lahan. “Karena itu kan justru memperburuk lingkungan,” tandas Tonny.

Persoalannya, prosedure ini hanya bersifat administratif. Artinya, ketika persoalan izin selesai, perusahaan bisa kembali beroperasi. “Kegiatan galian C ditutup hingga pemilik usaha mengantongi izin kelayakan,” pungkas Tonny.

Secara terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Ternate, Risval Tri Budiyanto, mengaku pihaknya mengeluarkan izin untuk lahan atas nama calon pengembang. “Bukan izin untuk galian,” tandasnya.

Terkait dampak yang dirasakan sebagian warga Tobololo, menurut Risval, seharusnya ada kesiapan pengangkutan dan pengamanan material. “Jangan sampai ada efek yang menganggu masyarakat. Termasuk membuat jalan, harus dikoordinasikan,” jelasnya.

Sementara, Direktur Utama CV. Nebu, Dewantara Hi. Amin, mengaku aktivitas perusahaannya tidak mengarah pada kategori galian C. "Karena izin yang dikeluarkan PUPR adalah pengembangan kawasan untuk permukiman,” katanya.

Dewantara mengaku perusahaannya melaksanakan penggalian atas permintaan warga pemilik lahan. “Pemiliknya minta kasi luas (diratakan), karena mau bangun rumah,” katanya.

Sedangkan luas area yang dicaplok sesuai izin 30 x 60 atau kurang lebih seluas 1.800 meter. “Dan tidak ada masyarakat yang komplen, justru mereka merasa terbantu,” aku Dewantara.

Pernyataan Dewantara dikuatkan dengan bukti persetujuan warga yang dimediasi oleh pihak kelurahan. Di antaranya Haruna Mudu, Taufik Aba, Mahmud Budo, Yeyen,Buang Ati, Tan Abdurrahman, Ardan Taher, Suleman Mahmud, Yahya Robo, dan Fihir Ciuda selaku pemilik lahan.

Namun dalam surat tersebut terkait persetujuan pembangunan jalan dengan panjang 150 meter serta lebar 4 meter. Bukan izin menggali. “Tapi Alhamdulillah warga semua setuju,” katanya.

Sebuah alat berat di jalur masuk galian C, Kelurahan Tobololo, Ternate Tengah, Kota Ternate, Maluku Utara. || Foto: Tim Hpost

Dari dokumen Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang terbit pada Jumat 11 Desember 2020, CV Nebu bergerak pada usaha perdagangan eceran material berupa semen, kapur, pasir, dan batu.

Lokasi usahanya di Tobololo, Kecamatan Pulau Ternate – yang seharusnya ditulis: Ternate Barat. Karena sudah dimekarkan. Tapi dalih Dewantara sedikit kontras. Sebab pengakuannya adalah, "hanya melakukan pemerataan atas permintaan pemilik lahan."

Namun hasil galian berupa batu dan tanah itu ditampung di Kelurahan Maliaro, Ternate Tengah untuk dijual. “Iya, kalau misalnya ada yang butuh tanah baru kita jual. Harganya bervariasi. 1 dump truck itu Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu,” aku Dewantara.

Baca Juga