Perekonomian

Daerah Penghasil Tambang Penyumbang Angka Kemiskinan di Maluku Utara

Kawasan Pertambangan PT. Indonesia Weda Bay Industrial Park di Kabupaten Halmahera Tengah || Foto : Dokumentasi PW AMAN Malut

Ternate, Hpost – Pertumbuhan ekonomi di sektor pertambangan tidak berbanding lurus dengan angka kemiskinan di Maluku Utara, terutama di wilayah-wilayah perusahaan tambang bercokol.

Hal itu disampaikan oleh, Anggota Komisi III DPRD Provinsi Malut, Sukri Ali, kepada halmaherapost.com, Jumat 26 Maret 2021, menanggapi trend angka kemiskinan yang dirilis BPS Maluku Utara, baru-baru ini.

Sukri menyebut, bertambahnya angka kemiskinan di Maluku Utara, adalah sebuah anomali pertumbuhan.

“Kita pernah menyandang Provinsi paling bahagia di tengah izin tambang yang melimpah, tapi kemiskinan terus bertambah. Ini butuh keseriusan pemerintah,” kata Sukri.

Ia memaparkan daerah-daerah yang menyuplai angka kemiskinan rata-rata dari lokasi tambang bercokol. Kabupaten Halmahera Timur sebanyak 15 persen, Halmahera Tengah 13 persen, Halmahera Selatan 12 persen, dan Halmahera Utara 8 persen.

Padahal, Pertumbuhan ekonomi Malut 4,92 persen. Itu artinya, berada pada tren positif, Namun, digerakkan oleh sektor manufaktur atau tambang.

“Tapi pertumbuhan ekonomi tidak inklusif (terhitung), atau serta merta mengurangi angka kemiskinan," katanya.

Ia berharap ada perhatian khusus dari pemerintah provinsi maupun kabupaten penghasil tambang, untuk bisa menekan angka kemiskinan.

"Minimal bisa menurunkan orang miskin di Malut,” kata Sukri.

Desain grafis: Layang Sutanto/Hpost

Seperti yang diberitakan sebelumnya, Badan Pusat Statistik mencatat, jumlah penduduk miskin di Maluku Utara pada September 2020 sebanyak 87,52 ribu orang atau 6,97 persen.

Jumlah itu kemudian bertambah sekira 1,15 ribu orang bila dibandingkan pada Maret 2020 sebanyak 86,37 ribu orang atau 6,78 persen.

Baca juga:
- Penduduk Miskin di Maluku Utara Capai 87,52 Ribu Orang

- Tambang dan Kemiskinan

Sementara, di satu sisi, jumlah tambang di Malut melimpah. Menyadur data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral per Mei 2019, terdapat 99 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan pemerintah tingkat kabupaten maupun provinsi.

Sukri mengungkapkan, pada 2017 – 2018, DPRD membentuk panitia khusus IUP. Hasilnya terdapat 300 lebih IUP dan dikurangi oleh Gubernur Abdul Gani Kasuba menjadi 105 IUP.

Meskipun tercatat ada sekitar ratusan IUP, namun menurut Sukri, tambang bukan salah satu indikator untuk bisa meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.

“Seharusnya pertumbuhan pertambangan berbarengan dengan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat. Lalu dari 105 tambang yang beroperasi di Maluku Utara ini, apa implikasinya?,” tandas Sukri.

Ia menjelaskan, pertumbuhan Maluku Utara di triwulan III dan IV disuplai oleh sektor pertambangan, terutama dari PT Indonesia Weda Bay Industrial Park dan Harita Nickel.

“Suplay ekonominya begitu positif, tapi apakah berbanding lurus dengan situasi di lingkar tambang atau tidak,” ucapnya.

Cenderung Meningkat di 2020

Statistisi Ahli Madya Koordinator Fungsi Statistik Sosial, Insaf Santoso mengatakan, persoalan kemiskinan bukan sekadar berapa jumlah dan persentase.

Tapi ada dimensi lain yang perlu diperhatikan, yaitu tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.

Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan, bagaimana mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan itu sendiri.

Insaf menjelaskan, periode Maret hingga September 2020, indeks kedalaman kemiskinan (P1) meningkat dari 0,937 pada Maret 2020 menjadi 1,090 pada September 2020.

Hal ini mengindikasikan bahwa, rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin menjauhi garis kemiskinan. Hal tersebut diiringi dengan peningkatan pada indeks keparahan kemiskinan (P2).

Dimana, P2 naik dari 0,206 pada Maret 2020 menjadi 0,234, pada September 2020.

"Ini mengindikasikan bahwa, ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin cenderung semakin melebar," ungkapnya.

Jika dilihat, P1 di daerah pedesaan lebih tinggi dibanding perkotaan. Pada September 2020, P1 di perkotaan sebesar 0,653. Sedangkan di pedesaan mencapai 1,264.

Hal yang sama terjadi pada nilai P2. Untuk wilayah pedesaan juga lebih tinggi dibanding perkotaan.

"Pada September 2020, P2 untuk daerah perkotaan sebesar 0,110, sementara P2 di daerah perdesaan mencapai 0,283," imbuhnya.

Baca Juga