Buruh

Berikut 3 Tuntutan dalam Momentum Hari Buruh di Maluku Utara

Peringatan hari buruh di Kota Ternate, Maluku Utara. || Foto: Istimewa

Ternate, Hpost – Sebanyak 16 elemen mahasiswa yang mengatasnamakan Komite Aksi Mei Berlawanan, menggelar unjuk rasa di Kawasan Benteng Oranje, Kelurahan Gamalama, Kota Ternate, Maluku Utara.

Dalam aksi tersebut terdapat 3 tuntutan di antaranya, naikan upah buruh, berikan hak berserikat buruh, dan cabut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law).

Ketua Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (GAMHAS) Malut, Nursin Gusao mengatakan, kondisi buruh di masa pandemi ini semakin parah.

Peringatan hari buruh di Kota Ternate, Maluku Utara. || Foto: Istimewa

Setidaknya ini terlihat sekira 3,5juta buruh yang diputuskan hubungan kerjanya (PHK). "Angka itu terhitung sejak Mei 2020,” ucap Nursin yang tergabung dalam front tersebut.

Belum lagi UU Cipta Kerja yang turunannya termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021, tentang penyelenggara program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

"Itu dijelaskan dalam pasal 21 ayat 1 yang menyebutkan, manfaat uang tunai diberi setiap bulan paling banyak 6 bulan, dengan upah 45 persen dari upah 3 bulan pertama dan sebesar 25 persen dari upah 3 bulan berikutnya," terangnya.

Baca juga: 

Motoris dan Buruh Angkut di Ternate Kumpul Uang Renovasi Pelabuhan

Tuntut Hak, Aksi Buruh PT IWIP Berujung PHK

Aksi Ribuan Buruh PT IWIP Ricuh, Kantin Perusahaan Terbakar

Ia bilang, perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau disebut kerja kontrak, yaitu selama 5 tahun.

Batas waktu tersebut, menurut dia, lebih lama dibanding ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. “Paling lama 3 tahun," tuturnya.

Peringatan hari buruh di Kota Ternate, Maluku Utara. || Foto: Istimewa

Romansa, masa aksi lainnya menambahkan, ketentuan baru itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang perjanjian waktu tertentu, alih daya, waktu kerja, hubungan kerja, waktu istirahat dan pemutusan hubungan kerja.

"Di Indonesia, terutama di Malut, hampir sebagian besar buruh tidak memiliki serikat. Jadi susah kalau mereka memperjuangkan hak-haknya,” katanya.

Kalau pun ada serikat pekerja, menurut dia, serikatnya berdasarkan pilihan perusahaan. “Padahal ada aturan yang melegalkan adanya aturan pembentukan serikat,” katanya.

Baca Juga