COVID-19
Banyak Nakes di Maluku Utara yang Belum Terima Insentif COVID-19
Ternate, Hpost – Jaringan Tenaga Kesehatan Indonesia, melalui dr Fatir M. Natsir, mengungkapkan sejumlah persoalan yang tengah dihadapi tenaga kesehatan (nakes), terutama soal hak jasa imbalan berupa insentif.
Fatir bilang, sejauh ini sejumlah nakes dan relawan mengeluh. Karena belum menerima insentif selama berbulan-bulan.
“Ada yang belum mendapatkan insentif sejak November. Bahkan ada yang belum mendapatkan haknya sejak Desember 2020 hingga April 2021,” terang dr Fatir melalui keterangan tertulis yang diterima halmaherapost.com, Selasa 4 Mei 2021.
Fatir mengakui ada informasi bahwa pemerintah mulai membayarkan insentif nakes. Namun kenyataan di lapangan, pencairan insentif hanya untuk 1 bulan. “Itu pun belum merata pada semua tenaga kesehatan,” tandasnya.
Sejumlah perawat di Rumah Sakit milik Pemerintah yang mempekerjakan hampir 1500-an perawat, mengaku belum menerima insentif selama 4 bulan terakhir.
“Termasuk tenaga dokter di rumah sakit yang sama, yang jumlahnya 249 orang. Mereka belum terima insentif dalam 4 bulan terakhir,” jelasnya.
Baca juga:
Anggaran Penanganan COVID-19 Tidak Tercantum Dalam LKPJ Gubernur Maluku Utara
Klaim Dana Insentif Covid-19 untuk Paramedis di Halmahera Barat Belum Cair
Anggaran COVID-19 Halmahera Barat Dipakai untuk Perjalanan Dinas
Ia menjelaskan, berdasarkan data lapor COVID-19 per-21 April 2021, sudah terdapat 866 Nakes Indonesia yang gugur melawan COVID-19.
Di antaranya 325 dokter, 275 perawat, 145 bidan, dan beberapa kategori tenaga kesehatannya lainnya seperti epidemiolog, sopir ambulance, sanitarian, apoteker ahli teknologi laboratorium medik, elektromedik dan fisikawan medik.
“Di tengah perjuangan untuk menjalani profesi kemanusiaannya, para nakes juga tetap harus memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mulai dari transportasi, makan, tempat tinggal, kuota internet dan lain-lain. Terlebih bagi mereka yang sudah berkeluarga,” paparnya.
Situasi ini, kata dia, tentu sangat disayangkan. Apalagi sebagai pekerja di bidang kesehatan, berhak mendapatkan perlindungan hukum dan imbalan jasa seperti yang terdapat dalam UU Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
“Hal ini juga bertentangan dengan UU tenaga kerja bagian kedua pasal 88 ayat 1 tentang pengupahan: setiap buruh atau pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi kehidupan yang layak bagi kemanusiaan,” katanya.
“Serta Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK.01.07/MENKES/4239/2021 tentang pemberian insentif dan santunan bagi tenaga kesehatan yang menangani COVID-19,” pungkas dr Fatir.
Komentar