Perkara

Tidore Darurat Kekerasan Seksual, Penegak Hukum Jangan Lambat Tangani Kasus!

Diskusi kekerasan terhadap perempuan yang digelar di Kota Tidore oleh Forhati dan Fospar Malut || Foto: Istimewa

Tidore, Hpost – Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, dinilai menjadi daerah paling rawan kasus kekerasan seksual. Dengan begitu, aparat penegak hukum diimbau tanggap menangani kejahatan seksual.

Direktur Forum Studi Perempuan Maluku Utara, Sunarti Sudirman mengatakan, angka kasus kekerasan seksual di tahun 2020-2022 terus mengalami peningkatan, berdasarkan laporan DP3A pada Januari sampai Maret 2022 tercatat 64 kasus.

Ia menyebut, kasus yang paling banyak adalah kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, bahkan pelaku merupakan orang terdekat korban.

“Fenomena ini sangat memperihatinkan, karena begitu banyaknya kasus kekerasan yang dilaporkan tidak diikuti dengan penuntasan penanganan hukum terhadap kasus-kasus sebelumnya," ujar Sunarti, dalam Diskusi Publik Tidore Darurat Kekerasan Seksual, Minggu 03 Juli 2022.

Menurutnya, dari banyaknya kasus tersebut, berakibat pada menumpuknya laporan kasus kekerasan yang tidak terselesaikan.

"Padahal korban kekerasan seksual ini membutuhkan penanganan yang cepat dan serius," tandasnya.

Sementara di sisi yang lain, Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi Kota Tidore Kepulauan, Sanusi mengatakan, masyarakat perlu menaruh perhatian terhadap isu kasus kekerasan terhadap perempuan.

“Dalam isu ini, tidak hanya Forhati maupun Fospar ataupun pemerintah yang punya kepentingan dalam penanganan terkait kasus perempuan. Dengan begitu, tentu dapat meminimalisir kegiatan-kegiatan keperempuanan,” ucapnya.

Baca Terkait:





Sanusi menuturkan bahwa edukasi terhadap isu keperempuanan juga harus dibarengi dengan penguatan hukum, terutama kekerasan perempuan, yang diberikan kepada masyarakat luas.

“Bila perlu, disasar sampai ke tempat-tempat yang angka presentase kasusnya lebih besar," cetus Sanusi.

"Selain memperbanyak memberikan sosialisasi, penting bagi kita untuk memahami hukum yang berkaitan dengan kekerasan perempuan dan anak," lanjutnya.

Sanusi juga menegaskan bahwa semua instansi, baik Kepolisian, Kejaksaan, maupun Pemerintah daerah, penting untuk bersinergi dengan teman-teman media agar isu tentang kejahatan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak bisa terekspos secara baik.

Ia berharap, Polisi dan Kejaksaan ke depan bersikap lebih terbuka serta tidak membatasi diri atau tertutup terhadap kasus kekerasan seksual.

Dalam kesempatan itu, Koordinator Presidum FORHATI Kota Tikep, Hanisa Kasim, mendesak Kepolisian dan Kejaksaan Kota Tidore Kepulauan untuk mengusut tuntas dan mempercepat kasus kekerasan seksual di Oba Utara.

Hal itu menurutnya agar korban mendapat keadilan. Tak hanya itu, ia juga meminta Kepolisian di Bidang Tipiker mengusut akun-akun palsu yang melakukan cyber crim.

“Sehari dua Forhati bersama teman-teman komunitas perempuan akan kembali melakukan FGD terkait dengan isu-isu kekerasan perempuan di Kota Tidore Kepulauan,” pungkasnya.

Penulis: Tim Hpost
Editor: RHH

Baca Juga