Perkara
Bank Muamalat Ternate Dilaporkan Atas Dugaan Tindak Pidana Perbankan Syariah

"Tindakan terlapor tidak meletakkan obyek akad sebagai benda jaminan fidusia yang tidak sesuai dengan Pasal 6 huruf c UU Fidusia dan jelas-jelas telah melanggar prinsip kehati-hatian atau prudent banking principle sebagaimana diatur dalam Pasal 2 jo. Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah," jelasnya.
Tindakan terlapor juga, lanjut dia, telah melanggar Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah (selanjutnya disebut Fatwa No. 4 DSN) bagian ketentuan umum murabahah dalam Bank Syari'ah, yakni bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri dan pembelian ini harus sah dan jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
"Padahal dalam kenyataannya ternyata, obyek akad belum menjadi milik terlapor. Padahal apabila merujuk pada angka (9) Fatwa No. 4 DSN, obyek akad harus dimiliki oleh terlapor terlebih dahulu dibuktikan dengan adanya BPKB obyek akad di tangan Bank Muamalat Indonesia Cabang Ternate baru akad jual beli murabahah dilakukan," timpalnya.
Selain itu, tindakan terlapor juga telah melanggar Pasal 42 jo. Pasal 43 Peraturan Mahkamah Agung Repubik Indonesia Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah.
Sartono bilang, terlapor juga tidak melaksanakan kewajiban manajemen resiko kredit, resiko hukum, resiko operasional, resiko reputasi, dan resiko kepatuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1), (2) jo. Pasal 5 ayat (1), (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah sebagaimana telah diperbaharui dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 65 /POJK.03/2016, tanggal 23 Desember 2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Komentar