Agraria
Sejumlah Organisasi Sipil Ungkap Dampak Buruk Hilirisasi Nikel di Maluku Utara
Hilirisasi nikel, menurut dia dalam, seperti kajian FOSHAL Malut, secara langsung mengakibatkan deforestasi hutan yang tak terkendali.
“Penambangan bijih nikel yang didahului dengan aktivitas land clearing atau pembersihan area, karena itu sangat mustahil apabila tidak terjadi kehilangan tutupan hutan. Terutama pada tiga lokasi yang kini terkepung Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel”, terangnya.
“Seperti di Halmahera Timur terdapat 19 izin dengan total luas konsesinya sebesar 101.047,21 hektar, sementara di Halmahera Tengah ada 13 izin dengan luas total konsesi 10.390 hektar. Sedangkan di Halmahera Selatan ada 15 izin dengan total luas konsesi sebesar 32.236 hektar. Untuk IUP nikel yang mencaplok dua kawasan administratif sekaligus, yakni wilayah Halmahera Timur dan Halmahera Tengah sebanyak 4 izin dengan luas total konsesi sebesar 70.287 hektar,” jelasnya.
Kehilangan tutupan hutan, kata dia dominan terjadi pada wilayah operasional penambangan. Data analisis spasial Global Forest Watch menunjukkan sejak tahun 2001 hingga 2022, Halmahera Tengah sudah kehilangan 26.1 ribu hektar tutupan pohon yang setara dengan penurunan 12 persen tutupan pohon sejak tahun 2000, dan setara dengan 20.9 Megaton (Mt) emisi ekuivalen karbon dioksida (CO2e).
Ia mengungkapkan, di Halmahera Timur, sejak tahun 2001 hingga 2022, telah kehilangan 56.3 ribu hektar tutupan pohon yang setara dengan penurunan 8.9 persen tutupan pohon sejak tahun 2000, dan setara dengan 44.5 Megaton (Mt) emisi ekuivalen karbon dioksida (CO2e).
“Sedangkan di Halmahera Selatan sejak tahun 2001 hingga 2022 sudah kehilangan 79.0 ribu hektar tutupan pohon yang setara dengan penurunan 9.9 persen tutupan pohon sejak tahun 2000, dan setara dengan 62.9 Megaton (Mt) emisi ekuivalen karbon dioksida (CO2e)”, ungkapnya.
Mubaliq Tomagola, Manajer Advokasi Tambang WALHI Malut menambahkan, berdasarkan hasil riset WALHI Maluku Utara pada Maret sampai April 2023 lalu, bertajuk “Status Kualitas Air dan Kesehatan Biota Laut Perairan Teluk Weda dan Pulau Obi” memberi kesimpulan bahwa status kualitas perairan di kawasan Teluk Weda dan Pulau Obi terindikasi mengalami pencemaran dan tingkat pencemaran sudah terakumulasi hingga ke biota laut seperti kerang dan ikan.
“Ikan target konsumsi telah terpapar dengan logam berat. Logam berat bersifat toksik dan dapat membahayakan masyarakat sekitar. Kondisi yang sama juga terjadi perairan Teluk Buli, Halmahera Timur”, ucap Mubaliq.
Menurutnya, ketiga lokasi tersebut merupakan wilayah yang dekat dengan kawasan industri hilirisasi nikel, seperti Harita Nickel, PT IWIP dan wilayah operasional penambangan nikel PT Aneka Tambang (ANTAM).
Sehingga lanjut dia, kondisi perairan serta biota laut yang sudah terindikasi tercemar dan terpapar logam berat diduga karena aktivitas industri hilirisasi nikel maupun tambang yang berlangsung.
Komentar