Agraria
Sejumlah Organisasi Sipil Ungkap Dampak Buruk Hilirisasi Nikel di Maluku Utara
“Hilirisasi nikel juga secara langsung membuat sungai-sungai hancur seperti Sungai Akejira dan Ake Kobe yang membentang melewati pemukiman Desa Woekop, Desa Worjerana, Desa Kulo Jaya, dan Desa Lukulamo, Weda Tengah, Halmahera Tengah, di mana air tampak berwarna merah kecoklatan sangat persis menunjukkan bahwa air tersebut terkontaminasi tanah galian ore nikel”, ungkapnya.
Ia bilang, perubahan warna dari kedua air pada aliran sungai itu sudah terjadi sejak 2018 dan masih keruh sampai saat ini.
“Terkontaminasi air dengan ore tambang nikel membuat akses warga terhadap kedua sungai itu pupus, padahal semula aliran sungai tersebut merupakan sumber kebutuhan air bersih dengan segala pemenuhan keperluan rumah tangga warga sekitar”, katanya.
Ia menyebutkan, operasi tambang nikel seperti PT WBN yang berada di hulu sungai diduga kuat menjadi biang atas terkontaminasinya air dari jernih ke merah kecoklatan. Selain PT WBN, PT Tekindo Energi juga diduga turut berkontribusi dalam memperkeruh warna air sungai ini.
Bahkan, tidak hanya kedua sungai tersebut, Sungai Sageyan di Kampung Sagea, Weda Utara, Halmahera Tengah juga mengalami nasib serupa.
“Aliran sungai yang terhubung dengan wilayah karst ini juga kerap menunjukkan perubahan warna air yang tampak merah kecoklatan meskipun tanpa ada hujan pada kawasan tersebut”, terangnya.
Ia juga mengungkapkan peristiwa hancurnya sungai, seperti dalam catatan WALHI Malut, yang berhubungan dengan hilirisasi itu juga terjadi di Sungai Sangaji, Maba, Halmahera Timur serta Sungai Toduku di Obi, Halmahera Selatan.
Ia bilang, imbas dari hilirisasi nikel ini juga membuat warga di Kampung Kawasi, Obi, Halmahera Selatan hendaknya diusir dari kampung asalnya. Harita Nickel telah membangun kawasan permukiman baru yang disebut mereka sebagai ecovillage.
“Namun, apa yang dilakukan oleh Harita ini tidak lain dari merampas ruang hidup warga kampung Kawasi dari tempat tinggalnya”, ucapnya.
Komentar