Agraria

Sejumlah Organisasi Sipil Ungkap Dampak Buruk Hilirisasi Nikel di Maluku Utara

Pembukaan lahan oleh Perusahaan Nikel di Halmahera Tengah. Foto: Ramlan/halmaherapost.com

Ia memaparkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku Utara, penduduk miskin Maluku Utara pada Maret 2022 sebanyak 79.87 ribu orang, kemudian pada September 2022 naik menjadi 82.13 ribu orang, dan pada Maret 2023 naik menjadi 83.80 ribu orang.

“Itu artinya, industri hilirisasi nikel yang dibangun dan terpantau begitu agresif melancarkan operasi di Maluku Utara sesungguhnya tidak memberikan manfaat ekonomi terhadap warga lokal terutama warga yang tinggal pada sekitar kawasan hilirisasi, justru yang ada warga kehilangan sumber produksi ekonomi, seperti lahan pertanian, kebun, maupun wilayah tangkap ikan”, paparnya.

Menurutnya, kegiatan penambangan nikel di Maluku Utara telah menciptakan daya rusak lingkungan hidup yang begitu hebat, kerusakan lingkungan tidak hanya di daratan tapi juga di wilayah pesisir dan laut.

Perusahaan Nikel PT Smart Marsindo di Pulau Gebe, Halmahera Tengah. Foto: Ramlan/halmaherapost.com

Ia menyebutkan, seperti pada November – Desember 2023 lalu ada dua peristiwa lingkungan hidup yang dianggap berhubungan dengan kebijakan hilirisasi nikel, yakni perubahan warna air laut pada pesisir Pulau Garaga, Kepulauan Obi, Halmahera Selatan dan pesisir dan laut di Kecamatan Maba, Halmahera Timur.

“Perubahan air laut dengan tampak merah kecoklatan pada kedua lokasi tersebut diduga karena industri nikel”, ucapnya.

Halmahera kata dia, adalah pulau terbesar di Kepulauan Maluku yang menjadi arena balapan buldoser milik perusahaan penambang sejak dua dekade terakhir, aktivitas mengeruk yang cenderung meluluhlantakkan Pulau Halmahera ini terpantau mengalami peningkatan eskalasi yang begitu tajam pada 2018.

“Penambangan bijih nikel juga tak hanya berlangsung di Halmahera, tapi menyasar pada pulau-pulau kecil seperti Pulau Gee, Pulau Pakal, Pulau Gebe, dan Pulau Mabuli yang sudah lebih dulu di porak-poranda, termasuk pulau-pulau di Kepulauan Obi yang bernasib sama”, katanya.

Dia menegaskan, padahal pulau-pulau kecil memiliki kerentanan ekologis yang tinggi jika ditambang. Pasalnya, daya pulih pulau-pulau kecil dari eksploitasi penambangan lebih lambat. Pulau tersebut tersebut juga merupakan sumber utama kehidupan warga lokal sehingga penambangan tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi juga memicu konflik sosial antarwarga.

Selanjutnya 1 2 3 4 5
Penulis: Rls
Editor: Ramlan Harun

Baca Juga