Pertambangan

Soal Akejira, AMAN Sebut IWIP Bertameng di Balik Yakuta dan Elia

Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Halmahera Tengah, Munadi Kilkoda (foto : Istimewa)

Weda, Hpost – Perampasan ruang hidup masyarakat adat Tobelo Dalam di wilayah Akejira oleh PT IWIP mendapat sorotan Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. Dua warga Tobelo Dalam, Yakuta dan Elia yang diambil bekerja oleh pihak IWIP tidak bisa dijadikan sebagai tameng untuk terus melakukan ekspansi wilayah Akejira.

“Ruang hidup mestinya dijelaskan oleh perusahan, jadi Agnes Megawati sebenarnya mengulang-ulang pendapat yang sudah disampaikan sebelumnya,” Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Maluku Utara, Munadi Kilkoda kepada Halmaherapost.com.

Mengutip rilis gatra.com, Sabtu 12 Oktober 2019, Departemen Media dan Komunikasi PT. IWIP, Agnes Megawati, menyebutkan terdapat 11 cultural footprint yang kuburannya ada 3.  Itu berdasarkan study cultural heritage footprint oleh antropolog. Selain itu, terdapat 22 Cultural Heritage Location dari Forest Tobelo. Salah satunya adalah kuburan Lega E Cekel di Desa Kulojaya, Kuburan Sultan Jailolo di Sagea, dan Kuburan Keramat di Nusajaya.

Munadi mengatakan, lewat media pula pihaknya telah berkali-kali meminta kepada PT IWIP untuk membuka hasil riset. Berdasarkan dan riset itu sebenarnya tidak jelas arahnya, apakah pihak PT IWIP membaca keterancaman ruang hidup atau membaca keterancaman terhadap cagar alam atau cagar budaya.

Menurutnya, hasil riset itu hanya menyebut tentang cagar alam dan cagar budaya. Itu bukan jawaban, sebab yang dibicarakan dalam kasus Akejira adalah ruang hidup.

"Jadi hasil riset yang di sampaikan oleh Agnes itu bukan sebagai jawaban atas permintaan dan kasus Akejira ini," kata Munadi.

PT IWIP juga melakukan pendekatan kepada dua warga Tobelo Dalam, Yakuta dan Elia yang saat ini telah bermukim di wilayah transmigrasi.

"Jadi itu tidak bisa mengukur dua orang yang saat ini sudah beraktifitas di perusahan sebagai karyawan dengan kepentingan Tobelo Dalam yang ada di Akejira. Jadi Yakuta dan Elia, yang saat ini keduanya menjadi karyawan di PT Sinar Terang Mandiri (PT STM), salah satu perusahaan kontraktor PT IWIP bukan menjadi indikator telah mendapat persetujuan dari warga Akejira.

Pendekatan IWIP terhadap dua warga itu tidak bsa menjadi alasan kuat telah mendapat persetujuan dari warga Akejira.

“Pihak IWIP harus bertemu dengan mereka yang ada di Akejira bukan dua orang ini, yang pilihan hidupnya saat ini memang tidak bisa dipungkiri sudah lebih memilih hidup di trans dibandingkan di akejira," ungkapnya.

Munadi menambahkan, di dalam wilayah Akejira itu bukan hanya Yakuta dan Elia, ada kelompok yang disebut dengan  Delia, Nawate, Bokum dan yang lain lagi, yang punya hak yang sama untuk berpendapat soal kepentingan akejira ini, yang apakah dipertahankan atau seperti apa.

"Jadi niat baik itu tidak bisa diukur dengan ketemu dengan Yakuta dan Elia," tutupnya.

Penulis: Eno
Editor: Red

Baca Juga