Cendekia
Zakat dan Pesan untuk Merawat Bumi

Hakikatnya, zakat merupakan distribusi sebagian harta yang bertujuan menyucikan diri. Namun, ternyata zakat juga memiliki korelasi dengan kemanusiaan yang memiliki beragam dimensi; zakat menghubungkan sense of humanity dengan rasa syukur dan keimanan umat Islam di atas muka bumi (fil ardhi).
Dalam pengertian umum, zakat tidak semata-mata berfungsi menyucikan harta yang diperoleh dari hasil kerja keras, melainkan ungkapan syukur terhadap bumi yang menyediakan air, tanah, tumbuh-tumbuhan, dan segala sumber kekayaan hidup lainnya. Karena itu, di samping berzakat, kita harus mampu mendorong diri sendiri untuk tidak melakukan tindakan-tindakan di luar ajaran Islam.
Dalam tafsir Al-Mukhtashar disebutkan bahwa, ‘’Allah yang menciptakan kebun-kebun yang terhampar di muka bumi, baik berupa tanaman-tanaman yang tidak mempuyai batang maupun pepohonan yang memiliki batang. Dia lah yang menciptakan pohon kurma dan menciptakan tanaman-tanaman yang beraneka ragam buahnya dari segi bentuk dan cita rasanya. Dan Dia lah yang menciptakan buah zaitun dan buah delima yang daunnya serupa tetapi rasanya (buahnya) berbeda. Makanlah -wahai manusia- dari buahnya apabila tanaman itu berbuah, dan tunaikanlah zakatnya pada waktu panen. Dan janganlah kalian melampaui batas-batas yang telah ditetapkan oleh syariat ketika memakannya dan membelanjakannya. Karena Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas dalam masalah tersebut maupun masalah lainnya. Bahkan Dia murka kepada orang-orang semacam itu. Sesungguhnya Allah menciptakan semua hal yang dihalalkan itu untuk hamba-hamba-Nya.’’
Penafsiran ini secara eksplisit menerangkan kepada kita agar tidak berlaku serakah. Kita patut menikmati apa yang telah dianugerahkan Allah SWT di atas muka bumi dengan adil dan jangan berlebihan. Ada batasan yang memisahkan porsi antara kepemilikan dan pembedaan hak seseorang dengan orang lain yang harus berimbang karena tanaman (harta) dan segala kehidupan merupakan ciptaan Allah yang diperuntukkan bagi manusia untuk saling berbagi. Selain itu, tersirat pula pesan tersendiri dalam zakat yang mengisyaratkan kepada kita untuk merawat bumi dengan segala kandungan di dalamnya.
Bumi dengan segala kandungannya seperti emas, batubara, nikel, biji besi, minyak, dan gas, serta pepohonan dan lahan-lahan untuk bercocoktanam yang ada di atasnya tidak boleh dieksploitasi berlebihan. Jika bumi dieksploitasi berlebihan, akibatnya timbul kerusakan dan pencemaran lingkungan yang pada akhirnya merugikan kehidupan manusia sendiri dalam waktu yang lama. Ihwal kerusakan alam ini dalam pandangan Ziauddin Sardar (Komaruddin Hidayat, 1998) adalah sebagai akibat keagresifan sains dan teknologi yang ditandai dengan sentuhan Midas (the touch of Midas) yang telah berkembang sedemikian pesatnya tanpa kontrol moral sehingga keharmonisan dan keindahan ekologi menjadi rusak.
Sebenarnya dari abad ke abad, milenia ke milenia, secara alamiah terjadi peningkatan suhu bumi yang terutama disebabkan aktifitas gunung-gunung berapi sebagaimana dijelaskan dalam Nature Geoscience. Namun, dalam kurun waktu sekitar 100 tahun terakhir terjadi peningkatan suhu bumi yang di luar kewajaran. Ben Henley dalam penelitian bersama timnya (The Conservation, 2019) melaporkan bahwa telah ditemukan laju pemanasan yang begitu tinggi yang tidak pernah terjadi dalam kurun waktu 2.000 tahun terakhir. Menurut Researcher Fellow in Climate and Water Resources, University of Melbourne ini, secara statistik, pemanasan bumi pada era 1950-an mencapai tingkat yang melebihi 99 persen dari sejak fase pra-industri bermula. Menurutnya, ini merupakan indikator, di samping banyak bukti lainnya, bahwa tingkat laju pemanasan planet ini yang sedemikian mengkhawatirkan adalah disebabkan oleh ulah perbuatan manusia.
Apa yang ditemukan Ben Henley dan timnya tersebut sejalan dengan peringatan Allah SWT dalam Qur’an Surat Ar-Rum Ayat 41, ‘’Telah nampak al fasad (kerusakan) di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah SWT merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” Ayat ini merupakan petunjuk agung Allah SWT mengenai masa depan alam dan manusia sebagai khalifah yang memiliki tanggung jawab fundamental untuk memakmurkan dan memanfaatkan segala potensi bumi dengan sebaik-baiknya.
Menurut Syaikh Muhammad Bin Shalih Asy-Syawi dalam An-Nafahat Al-Makkiyah, jika kerusakan di laut dan di darat itu terus dibiarkan, maka terjadi segala sesuatu yang ditimpakan sebagai musibah bagi diri manusia, disebabkan perbuatan buruk manusia itu sendiri. Menyambung dengan ungkapan ini, kiranya manusia harus segera meninggalkan beragam cara eksploitatif dalam memanfaatkan sumberdaya alam agar tidak tertimpa segala bencana akibat buruk dari pengelolaan alam dan sumberdayanya secara ugal-ugalan hanya untuk mengeruk keuntungan materi. Dalam hal ini, kewajiban zakat, terutama zakat hasil bumi, adalah salah satu pengingat utama akan tanggungjawab manusia sebagai khalifah di bumi.
Dengan demikian, penting bagi kita untuk memahami zakat dalam konteks hubungan antara esensi kehidupan manusia dengan bumi yang dipijak. Di balik proses pengumpulan dan penyalurannya, ternyata zakat juga dapat dimaknai tidak hanya sebagai sekadar santunan terhadap golongan/kelompok yang berhak menerimanya, melainkan juga sebagai pesan yang dapat ditafsirkan secara ekstensif. Zakat ternyata merupakan sebuah upaya peningkatan kesadaran (khususnya bagi umat Islam) dalam konteks spiritualitas yang saling terkoneksi langsung maupun tidak langsung sehingga manusia tidak terjebak pada sabda-sabda kapitalisme atas nama pertumbuhan ekonomi dan iming-iming kesejahteraan umum (bonum commune). Sebab, jauh sebelumnya, Allah SWT telah mengingatkan kita dalam Qur'an Surat Al-A’raf Ayat 74, bahwasanya, ‘’Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.’’
Komentar