Opini

Tambang dan Masa Depan Petani

FAUJI YUSUP

Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Pertanian Unkhair

Angka manifesto 24 September merupakan momen penting merefleksikan Hari Tani Nasional. Penetapan itu, bersamaan dengan dikeluarkannya Undang-Undang pokok agraria (UUPA) pada tahun 1960. Hal tersebut senantiasa menjadi spirit baru bagi petani di se-antero pelosok Nusantara. Ada semacam gairah kebangkiatan petani yang akan menanam secara bebas di atas tanah yang mereka miliki secara kolektif.

Jika merujuk prinsip dalam UUPA, petani sebagai mahkota tertinggi memiliki hak atas tanah, yang akan dikelolanya untuk keberlanjutan hidup mendatang dan generasi selanjutnya. Sejatinya, ilmu pertanian menjabarkan bahwa bagaimana kita diajarkan untuk merawat alam, berhubungan dengan tanah, berhubungan dengan air bahkan dengan semesta.

Bahkan, dalam perspektif lain, kita bisa menyebut bahwa kebudayaan manusia tertinggi adalah bercocok tanam demi menghasilkan pangan untuk kecukupan keluarga. Sektor pertanian bahkan ikut mendorong pendapatan negara. Aksiologi farming inilah yang menjadi landasan manusia untuk bisa hidup,mengatur negara, serta mengatur struktur sosial lainya.

Sementera, di abad ke-21 ini, Indonesia tengah memasuki iklim investasi yang terus digencarkan oleh negara di 34 provinsi yang ada di Indonesia. Salah satu ladang investasi berkala Internasional itu adalah provinsi Maluku utara.

Mari kita cermati, sampai sejauh mana development investasi ini memiliki dampak yang kita inginkan bersama? atau sebaliknya akan membawa kita pada kehancuran yang berkepanjangan terutama penguasaan tanah yang berbasis potensial dan pengembangan peningkatan sektor pertanian. Hal ini bertautan dengan posisi Indonesia sebagai negara yang beberapa tahun terakhir terus dijarah konflik sengketa tanah.

Selanjutnya 1 2 3
Penulis:

Baca Juga