Opini

Tambang dan Masa Depan Petani

Perlahan, lahan petani maki marak dirampas oleh kepentingan kekuasaan. Bahkan sampai sekarang dan detik ini, negara dan pemerintah daerah kita tidak mampu menerapkan prinsip dalam UUPA, sebagai manifestasi petani-petani di desa.

Kabupaten Halmaherah Tengah, Maluku Utara, sebuah daerah dengan yang basis petaninya adalah tanaman tahunan seperti kelapa, cengkeh, pala, sagu, serta tanaman bulanan seperti holtikultura, makin masif ditimpa korporasi. Itu ditunjukkan dengan hadirnya industri ekstraktif yang terus bercokol merampas tanah masyarakat. Sebut saja, bagaimana PT Indonesia Weda Industrial Park (PTIWIP) perlahan menggunduli hutan kita di tanah Halmahera.

Tentu ada kecenderungan bahwa gejala patologi sosial mulai terjadi. Polarisasi masyarakat Halmahera Tengah lambat-laun berubah secara signifikan atas ganasnya perusahaan yang berdampak serius terhadap peradaban eksotis hutan hijau Halmahera. Yang ada hanyalah debu, racun, yang siap dihirup oleh masyarakat halmaherah Tengah.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku utara tahun 2020 - 2022, pekerja sektor pertanian hingga menurun 10%, sementara di sektor pertambangan angkatan kerja terus meningkat. Terlebih, Indeks belanja petani di Maluku utara agustus 2022 mencapai 0,36% yang menurun jauh sehingga mengalami inflasi di setiap pedesaan sesuai data statistik Maluku utara.

Dari persoalan ini, kita dapat melihat adanya pemetaan pola pembangunan investasi yang tidak seimbang sehingga memunculkan gangguan psikologi subject petani, yang dulunya kita gemar bertani, kini hal itu akan bergeser ke masyarakat industri pertambangan.

Selanjutnya 1 2 3
Penulis:

Baca Juga