Opini

Tambang Elit, Rakyat Maluku Utara Menjerit

Ummulkhairy M. Dun, Sekretaris Umum Kohati HMI Cabang Ternate

Penulis: Ummulkhairy M. Dun
Sekretaris Umum Kohati HMI Cabang Ternate


Ibarat sosok manusia yang dihukum dengan dipasangkannya kayu pada beberapa organ tubuh seperti kaki, tangan, atau leher hingga mengharuskan suara sakit ingin bebas keluar dari mulutnya adalah gambaran terkini kondisi masyarakat Maluku Utara. Masyarakat dipaksakan terkungkung dalam jeritan pedih dan mengerikan. Saking pedihnya bahkan mereka pun tak mampu lagi bersuara “sakit” atas derita yang dialaminya.

Penderitaan masyarakat yang diklaim sebagai penghuni provinsi paling bahagia ini ditegaskan secara gamblang dalam Berita Resmi Statistik (BRS) oleh BPS Maluku Utara, bahwa meningkatnya jumlah kemiskinan benar-benar memihak pada provinsi ini. Dilanjutkan dalam BRS, tercatat per bulan Maret tahun 2023 kemiskinan capai pada angka 83,80 ribu. Jika dibandingkan dengan periode September tahun 2022, angka kemiskinan mengalami kenaikan sebanyak 1,66 ribu.

Kenaikan angka kemiskinan yang seyogianya tidak terjadi menimbulkan pertanyaan bersama yaitu apa faktor pendukung kemiskinan melanda negeri kesultanan ini? Kesederhanaan dari pertanyaan ini memunculkan jawaban yang seharusnya tidak rumit. Hal lumrah yang kontradiksi dengan jawabannya telah menjadi konsumsi masyarakat Indonesia yaitu berupa sunnatullah bahwa bagian Utara dari Pulau Maluku ini memiliki ragam sumber daya alam. Kepemilikannya atas sumber daya alam bukan jawaban dari pertanyaan mengenai faktor kemiskinan itu.

Baca juga:


Masalah Sofifi atau Masalah di Sofifi


Kolusi Berkedok Zonasi


Gedung Putih yang Menghitam


Sumber daya alam melimpah baik di darat maupun di laut tidak dimiliki semua daerah di negeri kepulauan ini. Maluku Utara menjadi salah satu daerah yang cukup berpotensi dalam meningkatkan kemakmuran masyarakatnya karena kekayaan alam. Namun, fakta di lapangan justru menolak keras adanya kemakmuran itu. Dengan rinci, BPS menguraikan kemiskinan yang dialami oleh masyarakat desa dan masyarakat kota. Pada periode Maret tahun 2023 kemiskinan masyarakat kota mencapai angka 23,40 ribu orang. Masih dengan periode sama, angka kemiskinan 60, 39 ribu orang dicapai oleh masyarakat perdesaan.

Dari data tersebut diketahui pula ternyata angka kemiskinan cukup tinggi didominasi oleh masyarakat perdesaan. Hal mendasar terjadinya kemiskinan dipengaruhi oleh aspek ekonomi. Ellis dalam sebuah modul ilmiah, mengutarakan terkait dengan kemiskinan secara ekonomi dapat terjadi karena minimnya penggunaan sumber daya untuk kebutuhan hidup sehari-hari demi kesejahteraan masyarakat. Sumber daya tersebut dapat berasal dari alam maupun non alam. Berdasarkan konsep ini, berarti masalah kemiskinan di Maluku Utara terjadi karena pemanfaatan sumber daya baik alam maupun non alam tidak maksimal.

Fakta dan data terkait kemiskinan di negeri kesultanan itu layak mendapat protes keras. Pasalnya, beberapa daerah di Maluku Utara mendirikan perusahaan di bidang pertambangan. Hal ini disebutkan dalam catatan online Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), terdapat 313 jumlah izin tambang aktif sedang beroperasi sejak tahun 2020. Jumlahnya yang tidak sedikit itu tersebar di daratan Halmahera sampai pada pulau-pulau kecil seperti Pulau Pakal, Gee, Gebe hingga Kepulauan Obi.

Kehadiran tambang itu turut menegaskan kekayaan sumber daya alam di Maluku Utara cukup melimpah sampai tertumpah. Sebagai bagian dari sumber daya yang berhasil dimanfaatkan, sudah sepatutnya manfaat itu turut dirasakan masyarakat setempat. Adapun realitas menunjukkan bawa manfaat tidak berhasil diperoleh justru keadaan miskin melekat kuat pada masyarakat. Padahal, pewaris atas potensi alam berupa pertambangan ini tidak lain dan tidak bukan adalah orang-orang bertempat tinggal di situ.
Mereka yang menempati tanah berisikan emas, mineral hingga nikel hanya melangsungkan aktivitas menonton. Sedangkan mereka lain bertugas menjadi perpanjangan tangan datangnya korporasi tambang untuk mendukung kerja-kerja tambang tanpa mempertimbangkan kemakmuran mereka yang menempati tanah subur itu. Tanpa mempertimbangkan kemakmuran, akhirnya memunculkan masalah pendidikan, kesehatan dan ekonomi sehingga menghambat tercapainya kesejahteraan.

Selanjutnya 1 2

Baca Juga