Lingkungan

Jaring Inisiatif Jaga Hutan Kampung, PakaTiva Libatkan Warga dalam Pemetaan WKR

Persiapan pelaksanaan Pelatihan dan Pemetaan serta Perencanaan Wilayah Kelola Rakyat (WKR) dan Perlindungan Hutan Kampung || Foto: Istimewa

Ternate, Hpost - Perkumpulan PakaTiva Maluku Utara menggelar Pelatihan dan Pemetaan serta Perencanaan Wilayah Kelola Rakyat (WKR) dan Perlindungan Hutan Kampung, pada 9-13 Agustus 2022, di Sekretariat WALHI Maluku Utara.

Menariknya, sejumlah peserta dalam kegiatan tersebut adalah perwakilan warga dari Gane, Halmahera Selatan, hingga warga di Kota Ternate yang dilibatkan dalam pemetaan WKR.

Direktur PakaTiva Maluku Utara, Nusyahid Musa mengatakan, Perencanaan WKR dengan pelibatan masyarakat perlu dilangsungkan karena sejumlah faktor.

Nursyahid menyebut bahwa Provinsi Maluku Utara memiliki luas kawasan hutan 2.515.220 Ha (SK.302/MENHUT/II/2013) yang terbagi atas Hutan Konservasi ± 218.499 Ha, Hutan Lindung ± 584.058 Ha, dan Hutan Produksi ± 1.712.663 Ha.

"Sementara, pada kawasan tersebut telah terdapat izin pemanfaatan lahan yang terdiri dari 11 Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK – HA) 609.119 Ha. 4 izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK – HT) seluas 59.138 Ha; 4 Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK – HTR) 19.438 Ha; dan Pinjam Pakai Kawasan Hutan Untuk Kegiatan Pertambangan 76.800,51 Ha," paparnya.

Ia bilang, berdasarkan data WALHI Maluku Utara (2022) terdapat 112 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total luasan konsesi 662.403,08 Ha. Sementara ‘Industri padat karbon’ lainnya adalah perkebunan monokultur, yakni sawit. Degradasi hutan yang masif dalam sektor ini berlokasi di wilayah Gane, Halmahera Selatan dengan luasan konsesi 11.003,09 Ha.

Baca Juga:




PakaTiva menilai bahwa alih fungsi kawasan tersebut berdampak signifikan atas terjadinya deforestasi dan degradasi hutan di wilayah pesisir laut dan pulau-pulau kecil.

"Lemahnya inisiatif kampung dalam perencanaan serta pendokumentasian secara tertulis pengelolaan wilayah merupakan tantangan tersendiri dalam upaya mendorong rekognisi wilayah kelola untuk perlindungan, pemulihan, dan pemanfaatan di level tapak," katanya.

Nursyahid melihat dalam kondisi demikian, tentu posisi wilayah desa makin rentan tergerus oleh keputusan-keputusan politik penguasaan ruang.

Misalnya, kata dia, Desa Samo dan sekitarnya, Kecamatan Gane Barat Utara tercatat pernah dilanda banjir namun pemberian izin lokasi bagi IUPHHK HA atas nama PT. Nusa Pala Nirwana dengan total luasan ±28.892 ha akan turut meningkatkan risiko.

Apalagi, menurut dia, dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri LHK No.01/MENLHK/SETJEN/KUM.I/I/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan PT. Nusa Pala Nirwana, menjadi angin segar bagi masyarakat tempatan, namun dengan tiadanya strategi perencanaan pengelolaan wilayah secara berkelanjutan itulah, inisiatif kampung yang telah terbangun sebelumnya tergerus kemudian dengan masuknya investasi yang sama di atas lahan bekas konsesi PT.NPN tersebut.

Hal ini mengindikasikan bahwa pada aras makro, kebijakan pembangunan berkelanjutan belum sepenuhnya diimplementasikan sebagaimana mestinya. Minimnya pemahaman akan isu di level pengambil kebijakan daerah juga turut mempengaruhi tidak terpenuhinya kaidah dalam skema pembangunan berkelanjutan yang telah dicanangkan berupa perlindungan dan pemulihan kawasan kritis dan berisiko dalam situasi krisis iklim saat ini.

Selanjutnya 1 2
Penulis: Ramlan Harun
Editor: Redaksi

Baca Juga