Survey

Peta Suara Suku pada Pilgub Maluku Utara di Kota Ternate

Dalam kontestasi politik pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara, dukungan dari berbagai suku di Kota Ternate menunjukkan dinamika yang unik.

Survei terbaru yang dilakukan oleh Litbang Halmaherapost dari tanggal 31 Agustus hingga 7 September 2024 terhadap 440 responden, dengan margin of error sebesar 4,8% dan tingkat kepercayaan 95%, mengungkap peta politik yang beragam di antara etnis-etnis besar di kota tersebut.

Suku Makian: Dukungan Kuat untuk Husain

Suku Makian menunjukkan kecenderungan kuat untuk mendukung pasangan Husain Alting Sjah & Asrul Rasyid Ichsan, dengan perolehan suara sebesar 51,7%. Meskipun ada tiga calon Wakil Gubernur yang berasal dari suku ini, yaitu Asrul Rasyid Ichsan, Sahril Tahir, dan Sarbin Sehe, mayoritas pemilih suku Makian tetap memilih pasangan yang juga didukung oleh Sultan Tidore, Husain Alting Sjah.

Benny Laos & Sarbin Sehe berada di posisi kedua dengan perolehan 25% suara, sementara Aliong Mus & Sahril Tahir mendapatkan 16,7%, dan Muhammad Kasuba & Basri Salama hanya memperoleh 3,3%.

Baca juga:


Istri Aliong Mus Sebut Petani Maluku Utara Malas!


Peta Suara Milenial dan Gen Z Pilgub Maluku Utara di Kota Ternate



Di kalangan suku Bacan, persaingan terlihat lebih merata. Benny Laos & Sarbin Sehe unggul tipis dengan 50% suara, sementara Husain Alting Sjah & Asrul Rasyid Ichsan mengikuti dengan 41,7%. Aliong Mus & Sahril Tahir berhasil meraih 8,3% suara, sementara Muhammad Kasuba tidak mendapatkan dukungan signifikan dari suku Bacan di Ternate.

Suku Galela dan Tidore: Dukungan Terbagi, Husain Tetap Unggul 

Di suku Galela, hasil survei menunjukkan dukungan yang hampir sama bagi Husain Alting Sjah & Asrul Rasyid Ichsan serta Aliong Mus & Sahril Tahir, masing-masing mendapatkan 36,4% suara, sementara Benny Laos & Sarbin Sehe meraih 18,2%. Meskipun ada harapan besar bahwa Muhammad Kasuba akan menarik lebih banyak dukungan, ia hanya memperoleh 9,1% suara.

Suku Tidore, dengan ikatan yang kuat terhadap Sultan Tidore, memberikan dukungan yang signifikan kepada Husain Alting Sjah, dengan 59,5% suara. Benny Laos & Sarbin Sehe tetap mampu menarik 24,3%, sementara Aliong Mus dan Muhammad Kasuba hanya mendapatkan masing-masing 8,1%.

Suku Ternate: Benny dan Husain Bersaing Ketat 

Di kalangan suku Ternate, persaingan terlihat sangat ketat antara dua pasangan calon utama. Benny Laos & Sarbin Sehe unggul tipis dengan 44,5%, sementara Husain Alting Sjah & Asrul Rasyid Ichsan mendapatkan 39,6%. Aliong Mus & Sahril Tahir serta Muhammad Kasuba & Basri Salama masing-masing hanya mengumpulkan 5,3% dan 4,8%. Sementara itu, 3,1% pemilih suku Ternate merahasiakan pilihannya dan 2,6% menyatakan tidak tahu.

Di kalangan etnis Sula dan Mangoli, dukungan terlihat terbagi rata antara tiga pasangan utama. Aliong Mus & Sahril Tahir, Benny Laos & Sarbin Sehe, serta Husain Alting Sjah & Asrul Rasyid Ichsan masing-masing mendapatkan 30,8% suara. Muhammad Kasuba & Basri Salama hanya memperoleh 7,7% dukungan.

Baca juga:


Survey: Husain Alting dan Benny Laos Bersaing Ketat di Kota Ternate


Politik Algoritmatik


Jufri Abubakar, Direktur Litbang HalmaheraPost, menegaskan bahwa hasil survei ini bukan hanya sekadar potret statis, melainkan gambaran dinamis dari perubahan cara pandang pemilih di Ternate.

"Pemilihan kali ini memperlihatkan bahwa meski ikatan kultural dan simbolisme masih kuat, ada indikasi jelas bahwa pemilih mulai berpikir lebih strategis. Mereka tidak lagi terpaku pada faktor sejarah semata, tapi mulai memperhitungkan visi dan kapasitas kepemimpinan dari para kandidat."

Menurut Jufri, ini tercermin jelas dalam pola dukungan yang terjadi di suku Ternate dan Bacan. Suku-suku ini, meskipun memiliki ikatan tradisional yang kuat dengan kesultanan, justru memilih kandidat yang menawarkan gagasan yang lebih segar dan pragmatis.

"Benny Laos unggul di dua suku besar, Ternate dan Bacan, yang merupakan kantong suara signifikan. Ini memberi sinyal bahwa pemilih di sini mulai melihat lebih dari sekadar warisan budaya. Mereka tertarik pada sosok yang dianggap mampu membawa perubahan nyata, khususnya di bidang pembangunan dan ekonomi."

Jufri juga melihat adanya pergeseran preferensi di kalangan pemilih muda dan terdidik, yang cenderung mencari sosok pemimpin yang dinamis dan relevan dengan kebutuhan zaman.

Jufri bilang "Kalangan muda di Ternate tampaknya lebih kritis terhadap kandidat yang mengandalkan narasi sejarah. Mereka cenderung lebih responsif terhadap kandidat yang memiliki rekam jejak modern, seperti Benny Laos, yang dipandang lebih proaktif dan inovatif."

Namun, Jufri juga mencatat bahwa meskipun Husain Alting Sjah unggul di basis tradisionalnya, seperti suku Makian dan Tidore, kekuatan ini bisa menjadi pedang bermata dua.

Dukungan kuat dari suku-suku yang sangat kultural memang memberi Husain Alting Sjah keunggulan awal. Namun, bila tidak diimbangi dengan upaya menarik pemilih dari kelompok yang lebih pragmatis, terutama di wilayah-wilayah yang lebih terbuka, dukungan ini bisa saja menjadi stagnan.

"Husain harus mulai menawarkan program-program yang lebih konkret dan relevan dengan kebutuhan sehari-hari masyarakat, bukan sekadar narasi sejarah," tegas Jufri.

Jufri juga melihat potensi terjadinya "bouncing effect" atau lonjakan dukungan yang tak terduga jika salah satu kandidat berhasil menarik pemilih yang belum menentukan pilihan.

"Ada 3.7% pemilih yang belum menentukan pilihan. Ini adalah kelompok kunci. Kandidat yang berhasil mendekati kelompok ini dengan pendekatan yang lebih personal dan berbasis solusi nyata bisa mengamankan kemenangan," kata Jufri.

Di sisi lain, lemahnya daya tarik Aliong Mus dan Muhammad Kasuba, meski keduanya memiliki rekam jejak politik yang cukup solid, menjadi sorotan Jufri. Muhammad Kasuba, yang pernah menjabat sebagai Bupati Halmahera Selatan, seharusnya memiliki keunggulan di suku-suku tertentu, terutama Galela, Tobelo, dan Bacan. Namun, hasil survei menunjukkan bahwa ia kesulitan untuk mereplikasi kesuksesan masa lalunya di Ternate.

"Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidakmampuannya menyesuaikan pesan politiknya dengan konteks lokal di Ternate, yang lebih heterogen dan kompleks. Kasus yang menyeret kakaknya, Abdul Gani Kasuba, yang bersidang di Ternate punya pengaruh signifikan terhadap kurangnya elektoral Kasuba di komunitas sendiri," kata Jufri.

Jufri menilai bahwa pasangan Aliong Mus & Sahril Tahir juga menghadapi tantangan serupa. Aliong Mus diharapkan kuat di basis etnis Sula dan Mangoli, tetapi hasil survei menunjukkan bahwa dukungan dari etnis ini terpecah hampir merata dengan dua pasangan kandidat lainnya. Ini mengindikasikan bahwa meskipun ada faktor kultural, pemilih di Sula dan Mangoli tidak melihat Aliong Mus sebagai satu-satunya pilihan.

"Harapan Aliong Mus untuk mendominasi di basis kulturalnya justru menjadi hambar karena ia gagal memberikan program yang lebih mengakar dan relevan bagi kebutuhan pemilih," kata Jufri.

Strategi Penentu

Jufri memetakan, bahwa strategi kampanye yang berbasis solusi praktis dan mendekati isu-isu nyata di lapangan akan menjadi kunci dalam sisa waktu kampanye.

Menurutnya, Husain Alting Sjah perlu mengimbangi kekuatan kulturalnya dengan pendekatan yang lebih progresif untuk menjangkau pemilih pragmatis, sementara Benny Laos harus memperkuat narasi programatik dan konsolidasi dukungan di kelompok-kelompok yang lebih tradisional untuk memenangkan pemilu ini.

"Ini bukan lagi soal siapa yang paling kultural atau paling memiliki koneksi sejarah, tapi siapa yang paling bisa menjawab kebutuhan ekonomi, infrastruktur, dan kesejahteraan rakyat. Kandidat yang bisa menyelaraskan antara simbolisme budaya dengan visi pembangunan yang nyata, itulah yang akan keluar sebagai pemenang di pemilihan ini," tandas Jufri

Penulis: Firjal Usdek
Editor: Ramlan Harun

Baca Juga