Lingkungan
Aksi Kamisan di Ternate, Komunitas Slavery Soroti Persoalan Lingkungan di Maluku Utara

Ternate, Hpost – Aksi kamisan yang digelar di Istana Negara sejak tahun 2007 oleh korban pelanggaran HAM di Indonesia, ternyata juga dilakukan oleh sejumlah pemuda yang tergabung dalam Komunitas Slavery, di Ternate.
Dalam aksi yang dilakukan secara bisu itu, mereka menyoroti terkait persoalan lingkungan dan perubahan iklim di Maluku Utara, dengan mengambil titik di Landmark, tepatnya di depan kantor Wali Kota Ternate, sekitar pukul 15.30 hingga 17.30 WIT, Kamis 3 Februari 2022.
Persoalan yang disoroti itu mereka tuliskan pada sejumlah pamflet yang dipegang oleh setiap peserta aksi, seperti Save Gane, Tobelo Tolak Reklamasi, Save Maluku Utara, Maluku Utara Bukan untuk Tambang dan Sawit, Wujudkan Keadilan Ekologi dan Stop Perubahan Iklim, Wailoba Tolak CV. Azzahra Karya serta Selamatkan Pesisir dan Selamatkan Pulau Kecil, Selamatkan Masa Depan Kita.
Koordinator Aksi, Alfian Djiko kepada Halmaherapost.com, mengatakan persoalan lingkungan dan perubahan iklim dampaknya sangat nampak dan terasa disemua kabupaten/kota di Maluku Utara. Ini karena kehadiran tambang, pembangunan dengan megandalkan reklamasi dan aktivitas perkebunan skala besar.
Baca:
Sail Tidore 2022 Bakal Dibanjiri Ratusan Produk UMKM
Data Kepegawaian Puluhan ASN di Halmahera Tengah Terancam Diblokir
Vaksinasi Anak Mulai Disosialisasikan Dinkes Halmahera Tengah
“Adapun ancaman dan dampak perubahan iklim itu, naiknya permukaan air laut yang membuat hilangnya pulau-pulau kecil di Indonesia termasuk di Maluku Utara. Kami mencontohkan seperti salah satu pulau kecil yang terancam tenggelam dan memprihatinkan, bahkan diketahui banyak orang yakni pulau Pagama di Kabupaten Kepulauan Sula,” ungkap Alfian.
Ia bilang, selain ancaman tersebut, juga terkait keberadaan CV. Azzahra Karya di Desa Wailoba, Kecamatan Mangoli Tengah, Kepulauan Sula yang dinilai merugikan warga setempat karena merusak lahan warga secara ilegal.
"Intinya dampak perubahan iklim tidak terlepas dari aktivitas penebangan pohon skala besar, dan peran pertambangan ekstra aktif, perkebunan monokultur yang luas seperti kelapa sawit,” katanya.
Olehnya itu, menurutnya, mereka berharap agar warga Maluku Utara, khususnya di Kota Ternate memiliki kesadaran kolektif dan berpartisipasi dalam menyikapi masalah tersebut.
"Aksi protes yang dilakukan tujuannya untuk mengajak pemerintah dan tiap individu untuk tidak main-main dalam menyikapi hal ini. Penyebabnya sudah jelas, bahwa perubahan iklim adalah masalah besar yang jelas-jelas telah mengancam kehidupan di bumi ini," tandasnya.
Komentar