Utang Piutang

Utang Pelanggan PDAM Ternate Capai Rp 6 Miliar

Puluhan warga menggelar aksi unjuk rasa di Kantor PDAM Kota Ternate. || Foto: Istimewa

Ternate, Hpost – Utang pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Ternate, Maluku Utara, yang menunggak pembayaran mencapai Rp 6 miliar.

Hal ini terkuak saat Komisi II DPRD Ternate melakukan kunjungan kerja ke PDAM Kota Ternate beberapa waktu lalu. Untuk menyelesaikan masalah itu, Selasa 2 Maret 2021 pagi, Komisi II memanggil berbagai pihak terkait.

Ketua Komisi II Mubin A. Wahid mengungkapkan, terdapat 20 fasilitas milik Pemerintah Kota Ternate yang menunggak pembayaran PDAM. Ironisnya, tunggakan itu berlangsung hingga bertahun-tahun.

Bangunan yang utangnya paling besar adalah Museum Ternate, yakni sebesar Rp 409,859,000. Utang tersebut berlangsung sejak Februari 2012.

Selain Museum Ternate, kata Mubin, ada juga Museum Kesultanan yang menunggak pembayaran sebesar Rp 104,575,500.

Baca juga: 

10 Saksi Dugaan Korupsi Dana PDAM Kota Ternate Diperiksa

Sejumlah Permasalahan di Tubuh PDAM, Ini Catatan Ombudsman untuk Pemkot Ternate

Wali Kota Ternate Diminta Copot Dirut PDAM

Khusus untuk kedua gedung tersebut, Mubin mengaku pemkot akan melakukan rapat guna menentukan siapa yang akan bertanggug jawab membayar utang, apakah Dinas Pariwisata atau Dinas Kebudayaan.

Kemudian bekas Kantor Wali Kota yang terletak di Jalan Yos Sudarso, Kelurahan Stadion, Ternate Tengah juga menunggak pembayaran.

Saat ini, terdapat 4 SKPD yang menempati gedung tersebut, yakni Satpol PP, Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Disperkim, dan Diskomsandi.

Total tunggakan di gedung itu mencapai Rp 211,398,500. Dengan kata lain, iuran tak dibayarkan sejak Desember 2017.

Masalahnya, sampai saat ini gedung serta aset tersebut belum dimutasikan ke masing-masing OPD yang menempatinya. Maka dengan itu, kata Mubin, pembayaran hutang akan dibebankan kepada Sekretariat Daerah.

Kepala Bagian Administrasi PDAM Ternate, Basri Badjiser, mengatakan pihaknya telah melakukan pemutusan aliran terhadap gedung bekas Kantor Wali Kota Ternate.

Keputusan itu telah dilakukan sejak sebulan lalu. “Kalau ada pelunasan baru bisa dipasang. Tunggakannya mulai dari mereka masuk sampai sekarang tidak pernah bayar,” katanya.

Tak hanya itu, Kantor Wali Kota Ternate yang terletak di Jalan Pahlawan Revolusi juga diketahui memiliki utang yang belum terbayarkan sejak April 2011. Jumlahnya mencapai Rp 166,093,000.

Mengenai hal ini, masalahnya lebih rumit lagi. Sebab Pemerintah Kota Ternate baru menempati gedung tersebut pada 2018. Sebelumnya, bangunan itu ditempati oleh KPU Maluku Utara.

Asisten III Setda Ternate, Thamrin Alwi, mengatakan pihaknya akan segera berkoordinasi dengan KPU Maluku Utara untuk mencari penyelesaian pembayarannya.

“Karena secara fisik kita tidak gunakan, bagaimana kita lakukan pembayaran (seluruhnya). Ini yang perlu kita klarifikasi, sehingga masalah ini nanti mekanisme pembayarannya seperti apa kita cari solusinya,” ucap Thamrin.

Basri Badjiser mengaku, berbeda dengan gedung di Kelurahan Stadion, PDAM tak melakukan pemutusan jaringan di kantor ini. Sebab ada instruksi dari mantan Wali Kota Ternate Burhan Abdurahman, yang saat itu masih menjabat agar tak dilakukan pemutusan.

Tak sampai di situ, masih banyak fasilitas milik pemkot yang menunggak iuran air. Seperti Gelora Kie Raha sebesar Rp 100 juta, Landmark Rp 88 juta, Benteng Oranje Rp 4 juta, hingga Masjid Raya Al- Munawar Rp 53 juta.

Terdapat pula dua kantor kelurahan yang memiliki tunggakan serupa, yakni Kelurahan Toboko sebesar Rp 5 juta dan Jati Rp 3,5 juta.

Soal ini, menurut Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah, Taufik Jauhar, seharusnya belanja yang bersifat rutin lebih diutamakan. Jika ditotalkan, utang seluruh SKPD kepada PDAM mencapai Rp 1,182,158,250.

Tunggakan Warga Sangaji dan Dufa-dufa

Persoalan tunggakan ini bukan hanya berasal dari pemerintah kota saja, melainkan juga dari masyarakat. Warga di Kelurahan Sangaji, Ternate Utara, misalnya, memiliki tunggakan sebesar Rp 2,174,810,500.

“Mereka ini sudah ada kesepakatan dengan Wali Kota tertanggal 14 Mei 2019, tapi sampai sekarang belum juga terselesaikan,” kata Mubin.

Total tunggakan itu berasal dari 149 pelanggan di kelurahan tersebut. Rata-rata utang warga ini sejak 2015. Menurut data yang dihimpun, besaran utang warga yang mendiami lokasi sekitar Ake Gaale bervariasi. Bahkan ada warga yang menunggak hingga Rp 96 juta.

Selain warga Sangaji, tunggakan juga datang dari warga di Kelurahan Dufa-dufa. Untuk hal ini, DPRD belum mengantongi data secara detail. “Masyarakat Sangaji dan Dufa-dufa siap membayar. Tapi membayarnya sesuai dengan kesepakatan dengan wali kota,” kata Mubin.

Sementara, Basri mengatakan, masyarakat di dua kelurahan itu dibolehkan membayar iuran untuk bulan berjalan terlebih dahulu. Untuk utang bisa dibayar secara bertahap. PDAM bahkan memberikan pemotongan hingga 50 persen.

Ketika ditanya soal alasan mengapa PDAM tak kunjung melakukan pemutusan terhadap warga yang telah menunggak sejak 2015, Basri mengatakan pihaknya mempertimbangkan jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Mengingat, kantor serta sumber air yang diambil PDAM berada di dekat wilayah itu. Tak berhenti di situ, piutang PDAM juga berasal dari warga di luar kedua kelurahan tersebut yang jumlahnya mencapai Rp 2 miliar. Maka jika ditotalkan secara keseluruhan, jumlah piutang PDAM sebesar Rp 6 miliar.

Mubin berharap agar pemerintah kota segera membahas persoalan ini dan bisa menemukan solusinya. Sebab menurut dia, jika dana itu bisa dikembalikan ke PDAM, maka bisa digunakan untuk perbaikan pelayanan.

Mubin juga menganggap persoalan ini tak lepas dari kelemahan manajemen PDAM itu sendiri. Oleh karena itu, ia mendesak agar dilakukan perbaikan manajemen. “Ini sebenarnya cara-caranya perlu diubah. Ada kelemahan manajemen yang perlu segera diperbaiki,” tandasnya.

Penulis: Rizal Syam
Editor: Nurkholis Lamaau

Baca Juga