Sungai
Ini 10 Sungai di Maluku Utara yang Rawan Banjir, Pengendalian Terkendala
Ternate, Hpost – Sebanyak 10 sungai di Maluku Utara masuk dalam kategori rawan banjir. Sungai Tiabo di Halmahera Utara, tidak masuk dalam kategori banjir. Sementara upaya pengendalian banjir di beberapa daerah di Maluku Utara masih terkendala pembebasan lahan.
Hal itu di sampaikan oleh Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku Utara, saat ditemui halmaherapost.com, beberapa waktu lalu. Ia memaparkan, 10 sungai rawan banjir tersebut di antaranya adalah Sungai Kobe dan Wairoro di Halmahera Tengah, Sungai Momoi, Dua, Oboi, dan Meja di Halmahera Timur, Sungai Mitra di Pulau Morotai, serta Sungai Katana dan Yaro di Halmahera Utara (Halut).
“Tahun ini, BWS akan mulai melakukan perencanaan pengendalian banjir terhadap empat dari 10 sungai tersebut,” kata Bebi Hendrawibawa,
Menurut Bebi, Sungai Tiabo di Halut yang meluap baru-baru ini hingga menghancurkan jalan penghubung justru tak masuk kategori sungai rawan banjir. Kategorikan rawan banjir jika jembatan di atas sungai terendam saat banjir melanda.
“Itu kan karena air ‘belok’, dan ada material pohon yang hanyut sehingga mengenai akses jalan. Pohon utuh, yang artinya jatuh dengan sendirinya akibat daya ikat tanahnya tidak kuat lagi atau catchment area-nya relatif gundul. Dan suangi-sungai yang ada di Maluku Utara ini rata-rata belum punya tanggul penahan banjir. Harusnya sungai, ada bantaran, baru dibangun tanggul banjir,” ujarnya, Senin 25 Januari 2021, kemarin.
Baca juga:
Delapan Desa di Dua Kecamatan Alami Banjir, ini Sikap dan Langkah Penanganan Polres Halmahera Utara
Ini Penyebab Banjir di Weda, PT IWIP Diminta Bertanggungjawab
DLH Malut Diduga Rekayasa Laporan Soal Banjir di Kawasan PT IWIP
Pembebasan Terkendala Lahan
Bebi bilang, upaya pengendalian banjir di beberapa daerah di Maluku Utara masih terkendala pembebasan lahan. Untuk itu, Balai Wilayah Sungai (BWS) melakukan Survei Investigasi Desain (SID) yang akan menghasilkan dokumen perencanaan pengendalian banjir.
“Sejauh ini sebagian besar sungai rawan banjir di Malut belum punya dokumen tersebut. Jadi saat kita menurunkan dana, dari APBN maupun non-APBN, tidak bisa serta merta turun. Harus ada perencanaan, namanya gimana, baru bisa keluar,” kata Bebi
Bebi menyebutkan alokasi anggaran yang diusulkan baru akan diakomodir jika lahan telah dibebaskan.
Namun sejauh ini, Pemerintah Daerah belum aktif berinisiatif membebaskan lahan untuk pembuatan tanggul penahan banjir.
“Kalau kita tunggu tanahnya bebas, kapan dana turun? Padahal kita harus sharing, dana fisiknya BWS, dana pembebasan lahannya Pemda yang tanggulangi,” ungkapnya.
“Kami tidak mau dana sudah turun, tender sudah selesai, tapi kontraktor tidak bisa kerja gara-gara tanah belum dibebaskan,” cetusnya.
Bebi memaparkan, banjir terjadi karena dua faktor. Faktor perubahan catchment area dan faktor manusia. Dia mencontohkan, di Weda, Halmahera Tengah, ada penggalian tambang batuan yang memblokade aliran sungai. Alhasil, saat turun hujan air pasti meluap ke permukiman warga.
“Tapi setelah kita diskusi dengan Bupati Halteng, beliau menyadari bahwa masyarakat kita masih sangat butuh edukasi untuk menjaga alam,” imbuhnya.
Perencanaan pengendalian banjir, kata Bebi, diutamakan untuk sungai-sungai yang dekat permukiman warga. Ia mencontohkan lagi, saat banjir di Kao Barat, Halut kemarin, aliran air termasuk lemah namun banyak warga terdampak sebab sungai terletak di dekat permukiman padat penduduk.
“Jadi dari 10 sungai rawan banjir itu akan dipilah-pilah mana yang harus didahulukan,” tukasnya.
Ia menambahkan, Kamis 18 Januari 2021, Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat John Wetipo akan datang ke Malut. Ia berharap Pemda memanfaatkan itu untuk menyampaikan kebutuhan masing-masing.
“Jika PAD terbatas, kebutuhan yang tidak bisa ditangani Pemda langsung lemparkan ke Pempus, mumpung besok Wamen datang,” tandas Bebi.
Komentar